Pengenaan Cukai Cairan Rokok Elektrik Dikhawatirkan Matikan UMKM

Pemerintah berencana mengenakan tarif cukai sebesar 57 persen pada produk hasil pengolahan tembakau seperti e-cigarette dan cairan rokok elektrik.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Feb 2018, 21:15 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2018, 21:15 WIB
Rokok elektrik atau vape terdiri dari dua hal utama yakni alat (device) dan cairan (liquid). (Foto: Awan Harinto)
Tren Vape ternoda bandar narkoba (Foto: Awan Harinto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana menerapkan cukai produk hasil pengolahan tembakau (HPTL) seperti e-cigarette dan cairan rokok elektrik atau vape pada Juli 2018. Namun penerapan kebijakan tersebut masih mendapatkan keberatan dari sejumlah pihak.

Ketua Bidang Legal dan Business Development Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Dendy Dwiputra menyatakan, pengusaha di sektor ini sebenarnya mendukung penerapan kebijakan ini. Namun tarif cukai sebesar 57 persen dianggap dapat mematikan industri terkait dengan rokok elektrik.

Menurut dia, industri produk tembakau alternatif di Indonesia merupakan pemain lokal yang berbasis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sehingga terdapat potensi produk tembakau alternatif lokal dapat mendominasi pasar Indonesia.

“Salah satu contohnya adalah seperti permintaan vape buatan Indonesia sudah diminati oleh pasar luar negeri seperti Perancis. Jadi, sangat disayangkan jika penetapan tarif cukai produk tembakau alternatif sebesar 57 persen, karena dapat menghambat perkembangan industri,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (21/2/2018).

Peneliti dari Koalisi Indonesia Bebas Tar, Amaliya menyatakan, penggunaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau vape, nikotin tempel, dan produk alternatif tembakau lain merupakan salah satu upaya menekan angka perokok di Indonesia.

Hasilnya, produk tembakau alternatif dinilai memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar.

“Hal tersebut dapat terjadi karena dalam konsumsinya, produk tembakau alternatif seperti vape menggunakan teknologi yang dipanaskan bukan dibakar. Sehingga, Tar, senyawa karsinogenik berbahaya hasil pembakaran rokok bisa dieliminasi,” jelas dia.

Sementara itu, Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea Cukai Sunaryo mengatakan, pada agenda penetapan regulasi produk tembakau alternatif senilai 57 persen.

Dalam penetapan tersebut, petunjuk pelaksanaan cukai HPTL akan diupayakan dibuat secara fleksibel atau memiliki Peraturan Menteri Keuangan khusus.

“Penetapan cukai HPTL sebesar 57 persen itu bukan untuk pelarangan, melainkan untuk meregulasi karena adanya faktor ekstranalitas dari produk tembakau alternatif," tandas dia.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

Sri Mulyani: Vape Kena Cukai 57 Persen, Tidak Apa demi Kesehatan

Pemerintah akan menarik cukai rokok elektrik atau vape sebesar 57 persen mulai 1 Juli 2018. Dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun melarang konsumsi likuid rokok elektrik yang mengandung hasil tembakau karena dianggap merusak kesehatan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjawab santai soal kritikan pengusaha yang menganggap pungutan cukai vape sebesar 57 persen terlalu tinggi.

"Kalau untuk kesehatan tidak apalah," ujar Sri Mulyani usai Rapat Koordinasi Tata Niaga di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek mengatakan, Kementerian Kesehatan sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan mengenai pungutan cukai produk hasil pengolahan tembakau (HPTL).

"Kalau isinya (likuid) tembakau, perlakuannya sama dengan rokok," tegas dia.

Menurutnya, konsumsi likuid atau cairan vape yang mengandung tembakau dapat merusak kesehatan, terutama paru-paru.

"Itu kan dihisap, direct ke paru-paru. Kalau ada isi zat yang berbahaya, ya tidak bisa. Kalau isinya tidak ada apa-apa, mau dihisap ya tidak apa, tidak merusak (kesehatan)," jelas Nila.

Dia pun sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengawasi peredaran produk yang merusak kesehatan.

"Kalau ada alat yang merusak (kesehatan), ya kita bicara dengan Menteri Perdagangan dong, masa kita izinin terus. Jadi perlu diawasi," pungkas Nila.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya