Pelaku Industri Minta Pemerintah Batalkan Cukai Kantong Plastik

Wakil Ketua Inaplas, Suhat Miyarso menuturkan, target penerimaan cukai kantong plastik Rp 500 miliar tak sebanding dengan dampaknya.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Mar 2018, 16:39 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 16:39 WIB
Ilustrasi Kantong Plastik
Ilustrasi Kantong Plastik (Foto:Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Industri Petrokimia Olefin, Aromatik dan Plastik (Inaplas) meminta pemerintah membatalkan kebijakan pengenaan cukai kantong plastik. Rencananya, mulai Juli 2018 kebijakan tersebut mulai diberlakukan.

Wakil Ketua Inaplas, Suhat Miyarso mengatakan, target penerimaan cukai kantong belanja plastik Rp 500 miliar tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan.

Dia menuturkan, hal ini dapat diganti dengan pemberian dukungan kepada industri plastik sehingga dapat memberikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPH) yang lebih besar dari pada penerimaan cukai kantong belanja plastik.

“Kami meminta agar pemerintah bersama pelaku industri plastik dan organisasi swadaya memulai program penanganan sampah secara menyeluruh. Pemerintah sebaiknya memberikan dukungan dan fasilitas awal bagi tumbuhnya industri pengolahan sampah yang mandiri dan menguntungkan,” ujar dia di Jakarta, Selasa (27/3/2018).

Dia menjelaskan, pengenaan cukai kantong plastik ini akan berdampak luas kepada industri terkait yang sebagian besar merupakan industri kecil dan menengah. "Kebijakan ini akan menurunkan minat investasi baru di industri plastik yang akan mempengaruhi strategi pengembangan industri hulu dan menengah petrokimia," kata dia.

 

Selanjutnya

Plastik
Ilustrasi penggunaan plastik. (via: istimewa)

Selain itu, lanjut Suhat, saat ini telah tumbuh banyak asosiasi, organisasi nonprofit dan organisasi swadaya masyarakat yang peduli terhadap lingkungan melalui usaha pembersihan lingkungan, pengumpulan, pemisahan, daur ulang, bank sampah dan Iain-Iain.

Salah satu di antaranya adalah manajemen sampah zero (Masaro) yang melengkapi usaha-usaha yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga bisa meningkat menjadi Industri Pengolahan Sampah yang mandiri dan menguntungkan.

“Dengan Masaro, pengelolaan sampah dapat dilakukan di tingkat desa atau kecamatan dan tidak diperlukan lagi TPS dan TPA yang selama ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Masaro juga melibatkan perangkat yang sudah ada seperti bank sampah, pelapak sampah, pengangkut sampah, pendaur ulang sampah dan applikasi teknologi digital untuk membangun sinergi dan meningkatkan efektifitas pengolahan sampah,” jelas dia.

Menurut dia, proyek percontohan Masaro di Indramayu telah membuktikan jika semua sampah termasuk kantong belanja plastik bekas, sampah rumah tangga atau sampah pasar yang membusuk, mempunyai nilai ekonomi yang bisa ditingkatkan menjadi produk yang lebih berharga sehingga menguntungkan secara finansial.

Produk yang dihasilkan industri pengolah sampah adalah bahan daur ulang berupa kertas, kaca, logam, bahan bakar minyak, bahan aspal plastik, pupuk organik, bahan pakan ternak, kompos dan lain-lain.

"Dengan program ini, semua jenis sampah, kecuali sampah B3 yang jumlahnya kurang dari 1 persen, dapat ditangani ditingkat desa atau kecamatan, termasuk sampah kantong belanja plastik. Sampah kategori B3 dikirim ke fasilitas pengolahan limbah B3 terdekat yang ditunjuk oleh pemerintah. Dengan demikian, semua jenis sampah dapat ditangani dengan baik dan benar sehingga tidak ada sampah yang mencemari permukiman, sungai dan laut seperti sekarang," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya