BPS: Kenaikan Tarif Ojek Online Tak Berdampak terhadap Inflasi

BPS menyatakan kontribusi ojek online terhadap total transportasi secara keseluruhan masih sangat kecil.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Apr 2018, 14:46 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2018, 14:46 WIB
Ribuan Ojek Online Konvoi Menuju Istana Merdeka
Ribuan pengemudi ojek online melakukan konvoi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (27/3). Mereka bergerak dari IRTI Monas menuju seberang Istana Merdeka untuk menuntut Pemerintah melakukan rasionalisasi tarif. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan kenaikan tarif batas bawah ojek online dari sebelumnya Rp 1.600 per kilometer (km) menjadi Rp 2.000 per km tidak banyak berdampak pada inflasi.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, sejauh ini pihaknya memang belum menghitung secara khusus terhadap dampak kenaikan tarif ojek online terhadap angka inflasi. Namun dirinya memperkirakan kenaikan tarif tersebut tidak akan berdampak besar.

"Untuk tarif ojek, kami tidak memilah khusus untuk ojek online. Tapi pengaruhnya terhadap keseluruhan masih kecil sekali," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin (2/4/2018).

Dia menuturkan, kontribusi ojek online terhadap total transportasi secara keseluruhan masih sangat kecil. Oleh sebab itu, kenaikan ini tidak akan mempengaruhi inflasi.

"Jadi tidak akan menyebabkan inflasi. Karena porsinya masih kecil sekali dibanding total transportasi keseluruhan," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Usul Tarif Ojek Online Rp 2.000 per Km

Minta Penetapan Tarif, Ribuan Pengemudi Ojek Online Geruduk Istana
Ribuan pengemudi ojek online melakukan aksi di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/3). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah melakukan penetapan tarif standar dengan nilai yang wajar. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberi usulan untuk tarif ojek online adalah Rp 2.000 per kilometer. Harga ini sudah termasuk keuntungan dan biaya jasa karena berdasarkan perhitungan, harga tarif pokok yang ideal adalah di kisaran Rp 1.400-1.500.

Dengan besaran ini maka akan menguntungkan semua pihak, baik dari sisi aplikator maupun bagi pengendara ojek online.

"Kemenhub memiliki perhitungan harga tarif pokok ojek online sekitar Rp 1.400-1.500. Dengan keuntungan dan jasanya sehingga tarifnya menjadi Rp 2.000. Namun, Rp 2.000 itu harus bersih, jangan dipotong menjadi Rp 1.600 atau berapa. Ini yang jadi modal kepada mereka untuk secara internal mereka menghitung," jelas Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam keterangan resminya beberapa saat lalu.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menuturkan, usulan tarif tersebut poinnya bukan naik atau tidaknya tarif, melainkan yang diinginkan adalah pendapatan dari pengemudi ada kenaikan.

"Itu sudah kami sampaikan pesan pengendara ojek ini kepada aplikator. Prinsipnya mereka akan menyesuaikan, besarannya itu mau menjadi berapa, nanti mereka yang akan menghitung lagi. Intinya adalah mereka siap untuk menaikkan. Pastilah tarif yang akan diusulkan akan proporsional. Karena dari aplikator itu ingin juga menyejahterakan pengendara ojeknya. Besarannya nanti manajemen akan rembukan,” tambah Moeldoko.

Moeldoko melanjutkan, usaha antara aplikator dan pengemudi ojek online bersifat kemitraan. Dengan begitu, dalam kemitraan itu mesti ada keseimbangan antara kedua belah pihak. Kalau salah satu hanya memikirkan diri sendiri, maka berhak untuk memutuskan kerja sama.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya