Kemenperin: Industri 4.0 Memang Butuh Modal tapi Beri Efisiensi

Pengusaha masih menunggu kebijakan Pemerintah yang dapat mendukung peralihan ke industri 4.0.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Apr 2018, 15:37 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2018, 15:37 WIB
Melihat Teknologi Industri Modern di Indonesia Industrial Summit 2018
Produk teknologi industri ditampilkan dalam pameran Indonesia Industrial Summit 2018 di JCC, Jakarta, Rabu (4/4). Pameran ini menampilkan mulai makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, otomotif hingga teknologi industri 4.0. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia tengah berbenah diri untuk memasuki era industri 4.0. Presiden Jokowi pun telah meresmikan roadmap industri 4.0 yang telah disusun Kementerian Perindustrian.

Namun, pelaku industri menyebutkan masih terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi, salah satunya permodalan. Bunga bank yang tinggi, disebut memberatkan pelaku industri memperoleh modal.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengakui bahwa bunga bank di Indonesia memang masih sangat tinggi.

"Kalau bunga bank itu sudah kebijakan moneter secara makro. Memang cukup tinggi. Itu sudah jadi pembicaraan umum kalau bunga bank kita tinggi," ungkapnya ketika ditemui, di JCC, Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Namun, menurut dia, era industri 4.0 yang mengedepankan penggunaan teknologi bakal mendorong efisiensi di sektor industri. Karena itu, meski modal investasi besar tapi akan dikompensasi dengan tingkat efisiensi yang juga lebih tinggi.

"Modal memang butuh modal cukup besar. Butuh tambah modal. Tapi akan dihitung dengan efisiensi yang dihasilkan. Sebenarnya besar atau kecil modal itu relatif. Kalau dihitung dengan dampak yang akan ditimbulkan sebenarnya itu masih dalam kalkulasi," jelas dia.

Sementara Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan sebagai pelaku industri pihaknya menunggu kebijakan Pemerintah yang dapat mendukung peralihan ke industri 4.0.

"Pemerintah terutama Kementerian Perindustrian sedang siap ke sana, baik regulasi, kesiapan infrastruktur. Terus terang kami menunggu aturan yang lebih jelas lagi. Insentif apa yang diberikan, fasilitas apa yang diberikan, ini semua masih kita tunggu," katanya.

Ia pun menyambut positif upaya Pemerintah untuk memberikan berbagai insentif bagi pelaku industri, misalnya fasilitas tax deduction.

"Ini dari Kementerian Perindustrian ke sana. Mudah-mudahan Kementerian Keuangan mendukung ini sehingga kita segera melaksanakan. Di negara lain yang saya tahu, misalnya Singapura dan Malaysia sudah menerapkan double tax deduction ini untuk inovasi. Ini yang kita harapkan bisa dilakukan di Indonesia supaya kita bisa lebih cepat mendorong 4.0," ujar dia.

Insentif-insentif fiskal yang diberikan Pemerintah, akan sangat membantu pelaku usaha. Selain itu, semakin mendukung terciptanya iklim investasi yang baik di Indonesia.

"Kalau di Singapura kita lihat double tax deduction itu dua kali lipat dari biaya inovasi untuk mengurangi basis pajak sebanyak dua kali. Kalau Indonesia memberatkan APBN mungkin bisa diterapkan satu kali dulu, kalau sudah baik APBN bisa 1,5 kali dan 2 kali," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

 

Tonton Video Ini:

Pengusaha Tak Yakin Era Industri 4.0 Bakal Gerus Tenaga Kerja

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan peralihan menuju industri 4.0 tidak akan menggerus tenaga kerja yang sudah ada.

"Saya tidak yakin akan mereduksi tenaga kerja. Secara spesifik iya jumlah tenaga kerja tentu akan tergeser, tapi secara total industri tidak akan," ungkapnya ketika ditemui, di JCC, Jakarta, Kamis (4/4/2018).

Sebab, kata dia, jika melihat pengalaman implementasi industri 4.0 maupun penggunaan teknologi robotik dalam industri tidak mengurangi tenaga kerja.

"Terbukti banyak pabrik yang menerapkan 4.0 atau 3.0 yang robotic automation, itu tidak mengurangi tenaga kerja," jelas Adhi.

Meskipun begitu ia mengakui, jika terjadi penambahan kapasitas industri, maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin berkurang.

"Memang dengan penambahan kapasitas itu tidak 100 persen jumlah tenaga kerja sama seperti yang lalu. Kalau katakan dulu kapasitas 100 pekerja 10, sekarang kapasitas 100 pekerja yang dibutuhkan 3 sampai 5 orang," tandas dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya