Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengharapkan Bank Muamalat perlu didorong agar bisa maju dan berkembang. Salah satunya dengan tidak menyudutkan bank murni syariah pertama di Indonesia tersebut dengan isu tak berdasar fakta.
"Bicara tentang Bank Muamalat ini, saya ingin memberikan penguatan kembali bahwa di Bank Muamalat ini tidak ada permasalahan mengenai likuiditas," ujar dia, Kamis (12/4/2018).
Merujuk catatan OJK, ada sejumlah pihak pemilik saham Bank Muamalat. Ini antara lain, Bank Pembangunan Islam atau The Islamic Development Bank (IDB) dengan 32,74 persen saham.
Advertisement
Selanjutnya Boubyan Bank dan National Bank of Kuwait dengan komposisi kepemilikan sebesar 30 persen. Sedangkan Saudi Economic and Development Company (SEDCO) memiliki 17,91 persen saham.
Sisanya adalah pemilik perorangan dengan porsi 19 persen saham. Rinciannya, 12,58 persen perorangan di dalam negeri dan 6,23 persen perorangan di mancanegara.
Misbakhun menegaskan, Bank Mualamat secara fundamental memiliki pendanaan yang cukup kuat. Karena itu dia tak ingin Bank Muamalat stagnan.
“Tetapi terus berkembang maju dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, memberikan dorongan-dorongan di sektor riil, kredit dan kemudian melalui mekanisme pembiayaan syariah,” dia menambahkan.
Mantan pegawai Kementerian Keuangan itu menambahkan, sistem perbankan syariah sebenarnya bukan untuk orang Islam semata. Sebab, siapa pun bisa memanfaatkannya.
"Hanya metodologinya tidak menggunakan bunga tapi prinsip-prinsip syariah harus ada mudarabah, musyarokah dan sebagainya," jelasnya.
Karena itu Misbakhun juga mewanti-wanti OJK agar mencermati betul calon investor yang hendak masuk ke Bank Muamalat. Menurutnya, jangan sampai investor masuk ke sektor perbankan syariah tanpa pengalaman tapi hanya karena fanatisme.
“Apakah mereka ini mempunyai experience di sektor perbankan. Apalagi bank yang sifatnya sangat spesifik seperti bank syariah,” pinta dia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana sebelumnya mengatakan bahwa persoalan yang dialami Bank Muamalat adalah keterbatasan modal. Akibatnya, Bank Muamalat stagnan karena tak ada dana untuk melakukan ekspansi.
“Bank ini berkembang dengan stagnan karena ketika mau melakukan ekspansi seharusnya mendapatkan tambahan modal, sementara pemegang saham yang exsisting saat ini karena keterbatasan penyertaannya di Bank Muamalat tidak bisa menambah modal lagi," jelasnya.
Meski demikian OJK memastikan Bank Muamalat masih beroperasi normal. Bahkan, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Muamalat meningkat dari 12,74 persen pada 2016 menjadi 13,62 persen pada 2017.
"Permodalan masih bisa dijaga di atas minimum ambang batas dari regulator," sebut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Tonton Video Ini:
Beberapa BUMN Ingin Suntik Modal ke Bank Muamalat
Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia, Achmad Kusna Permana, mengatakan bahwa Bank Muamalat memiliki potensi berkembang yang sangat besar di industri perbankan syariah. Namun potensi tersebut belum tergali dikarenakan tidak cukupnya modal yang dimiliki.
Oleh karena itu, Achmad melanjutkan, perusahaan membutuhkan suntikan dana baru agar bisa melakukan ekspansi bisnis. Ia pun mengajak para investor lokal serta pemerintah untuk menanam modal di Bank Muamalat.
"Menurut saya ini adalah momentum untuk bisa kalau ada lokal investor apalagi kalau bisa masuk dari pemerintah gitu ya karena momentumnya sangat tepat," kata Achmad di Gedung DPR RI, Rabu (11/4/2018).
Baca Juga
Sejauh ini sudah ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menunjukkan ketertarikan untuk menanamkan modal. Namun belum ada satu pun yang mengajukan diri secara terang-terangan.
"Sudah ada (BUMN) yang mendekat. Sudah ada pembicaraan dengan BUMN, bank maupun dengan induk juga ada. Dengan pemegang saham juga sudah ada, mudah-mudahan bisa direalisasikan," ujarnya.
Achmad menjelaskan, bank syariah yang merupakan anak perusahaan BUMN juga bisa masuk ke dalam penyertaan modal Bank Muamalat.
"Mekanismenya bisa lewat induknya kemudian mereka masuk langsung ke right issue." jelas dia.
Advertisement