Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), pada 26 Maret 2018. Keluarnya aturan tersebut ditujukan untuk mendukung ekonomi nasional dan memperluas kesempatan kerja melalui peningkatan investasi.
Dalam Perpres ini menyebutkan, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dilakukan oleh Pemberi Kerja tenaga kerja asing dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri.
Namun aturan ini ternyata menuai perdebatan. Sejumlah pihak khawatir penyederhanaan izin bagi warga asing yang bekerja di Indonesia akan berdampak luas, terutama bagi pekerja lokal.
Advertisement
Apalagi data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) menunjukkan, jumlah tenaga kerja asing di Indonesia mengalami kenaikan signifikan pada 2017. Pada tahun lalu, jumlah TKA yang tercatat di Kemnaker mencapai 126.006 pekerja. Sedangkan per November 2016, jumlah TKA yang tercatat hanya 74.183 pekerja. Dari total tersebut, paling banyak berasal dari TKA asal China.
Kaum buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengaku khawatir keberadaan Perpres tenaga kerja asing bisa mengancam keberadaan pekerja lokal. Terutama bila yang direkrut buruh kasar.
Baca Juga
"TKA harusnya skill worker tapi unskill worker atau buruh kasar dari China,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (19/4/2018).
Menurut Said, proyek infrastruktur yang berasal dari investasi China membutuhkan tenaga kerja masif. Namun, investor negeri Tirai Bambu mengambil pekerja dari negara asalnya.
"Secara G to G, China itu berbeda investasi dengan negara lain yaitu Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. Mereka tidak ikut sertakan unskill worker," kata dia.
Kekhawatiran lain terkait tak adanya kewajiban berbahasa Indonesia bagi pekerja asing. Hal ini dinilai dapat menimbulkan konflik karena berkaitan dengan budaya dari asal masing-masing pekerja.
Said mengatakan, pemerintah seharusnya dapat menata dan menindak buruh kasar dari negara lain. Bahkan dia meminta pemerintah mencabut Perpres Nomor 20 Tahun 2018.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, sejak awal pemerintah mengeluarkan paket kebijakan untuk menarik investasi, pengusaha sudah mengingatkan agar berhati-hati khususnya terhadap penggunaan tenaga kerja asing.
"Memang kita dari dulu sudah mengingatkan pemerintah, agar berhati-hati akan adanya paket invetasi yang didalamnya termasuk tenaga kerja yang dibawa," kata Sarman saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut Sarman, tujuan investasi yang datang adalah untuk menyediakan lapangan kerja. Namun, jika lapangan kerja tanpa keahlian khusus diisi pekerja asing maka akan menjadi ancaman bagi anak bangsa.
Dia mengatakan, meski investor mempekerjakan TKA yang memiliki keahlian, tetapi perusahaan harus melakukan alih teknologi, sehingga ke depannya akan dan anak bangsa yang bisa menguasai teknologi.
Dia pun menyarankan, guna meredam serbuan pekerja asing menggarap pekerjaan non keahlian, pemerintah harus melakukan pengawasan, terkait jumlah pekerja asing dan pekerjaan yang dibutuhkan.
Bukan untuk pekerja kasar
Sekretaris Kabinet Pramono Anung angkat bicara seiring munculnya perdebatan tentang aturan tenaga kerja asing. Dia meminta pihak yang keberatan untuk membaca terlebih dahulu Perpres pekerja asing sebelum berkomentar.
Dia menegaskan keberadaan perpres bukan untuk memudahkan masuknya pekerja asing ke Indonesia, melainkan hanya menyederhanakan administrasi.
"Jadi hal yang berkaitan dengan TKA yang dipermudah itu administrasinya. Karena selama ini administrasinya terlalu berbelit-belit, kemudian pengurusannya terlalu lama," kata Pramono di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu, 18 April 2018.
Menurut politikus PDI Perjuangan ini, administrasi yang dipermudah itu hanya bagi tenaga kerja asing menengah ke atas. Misalnya, mereka yang menduduki posisi manajer atau direktur di sebuah perusahaan.
"Sama sekali tidak berhubungan dengan tenaga kerja non-skill. Ini hanya pada level medium ke atas, level manajer, jenderal manajer, kemudian direktur, mereka-mereka yang akan memperpanjang izin kerjanya itu tidak perlu balik lagi ke Singapura, baru ke sini," ungkap dia.
Ajukan Judicial Review
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Susilo Andi Darma, mengungkapkan sebenarnya sudah ada aturan yang mengatur tentang tenaga kerja asing, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pada Pasal 45 disebutkan pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing.
Baca Juga
"TKA itu boleh masuk dalam konteks alih keahlian, bukan untuk pekerja yang tidak ada ilmu atau non-skill. Kenapa harus ada pekerja asing? Ya karena kita tidak punya skill. Contohnya di perusahaan teknologi tinggi, seperti pertambangan, otomotif," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Namun praktiknya, Andi menegaskan, pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan peraturan perundang-undangan tersebut. Alih-alih investasi, tenaga kerja asing justru menyerbu Indonesia.
"Waktu saya ke Balikpapan, banyak pekerja dari China yang masuk ke sana tanpa diketahui pemerintah. Ya itu, konteksnya investasi," ujarnya.
Bahkan Andi mengaku, para mahasiswanya sedang meneliti maraknya tenaga kerja asing di Indonesia, salah satunya menjadi pengajar bahasa Inggris. Padahal, izin mereka sebagai turis.
"Sudah banyak peraturan menteri (permen) ketenagakerjaan terkait pekerjaan tertentu yang dibolehkan untuk asing. Sampai pendamping karaoke bisa dari asing, itu ada sekitar 10 permen yang mengatur soal itu," paparnya.
Itu artinya, Andi bilang, selama ini dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 saja, pemerintah tidak konsisten dengan peraturan tersebut. Lalu,ditambah lagi dengan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 dengan dalih bukan untuk mempermudah masuknya tenaga kerja asing, melainkan untuk menyederhanakan izin warga asing yang bekerja di Indonesia. Tentunya jabatan manajer ke atas.
Andi khawatir, Perpres 20 Tahun 2018 tentang penggunaan pekerja asing akan bernasib sama dengan UU Nomor 13 Tahun 2003, sehingga akan mengancam nasib para pekerja Indonesia.
Dia menyarankan kepada pemerintah untuk kembali berkiblat pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Kembali saja ke UU, tidak usah bikin sesuatu yang baru. Konsisten jalankan UU yang sudah ada karena mereka (pemerintah) bikin aturan populis tapi merusak diri sendiri. Sebab seolah-olah baru, padahal sudah banyak Permen yang dikeluarkan tapi tidak sejalan dengan UU," terangnya.
Bahkan dia mengaku para pemerhati atau pengamat ketenagakerjaan akan bergerak mengajukan permohonan judicial review terhadap Perpres Nomor 20 Tahun 2018.
"Dari teman-teman asosiasi pengajar dan pemerhati ketenagakerjaan akan melakukan judicial review terhadap Perpres tersebut karena tidak sesuai UU Nomor 13 Tahun 2018," paparnya.
Advertisement
Buka lapangan kerja
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menjelaskan jika ditekennya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 oleh Presiden Joko Widodo dapat meningkatkan lapangan kerja lebih banyak di Indonesia.
Dia menggambarkan, jika ada satu tenaga kerja asing yang datang ke Tanah Air, setidaknya akan membuka 100 lapangan pekerjaan. Sehingga, industri di Tanah Air dapat berkembang lebih pesat.
"Jadi hukumnya ialah satu tenaga asing bisa membuka setidak-tidaknya 100 lapangan pekerja. Kalau tidak ada tenaga asing itu tidak ada lapangan kerja. Kurang lapangan kerja," kata JK.
Dia menepis dengan ditekennya Perpres tersebut dapat menyaingi tenaga kerja Indonesia. Dia mencontohkan, tenaga kerja asing di Thailand 10 kali lipat jumlahnya dari tenaga asing yang ada di Indonesia.
"Bukan menyaingi tenaga kerja di Indonesia. Justru membantu tenaga kerja di Indonesia untuk skill sehingga industri bisa maju. Sehingga industri dan ekspor Thailand lebih banyak dari kita," kata JK.
Kemudian, JK juga menjelaskan bahwa tenaga kerja asing yang dimudahkan masuk ke Tanah Air terkait peraturan tersebut adalah para pekerja yang profesional, dengan kejelasan status yang jelas.
Tak Ancam Pekerja Lokal
Kepala Seksi Rencana Penggunaan TKA Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja & Peluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Harry Ayusman menambahkan, dengan penyederhanaan ini bukan berarti TKA dengan keterampilan apapun bisa dengan mudah masuk ke Indonesia.
"Perpres ini dikeluarkan untuk mempermudah tapi bukan dalam artinya siapa pun bisa bekerja di Indonesia. Yang disederhanakan adalah prosedurnya. Jadi tidak berbelit-belit. Sedangkan yang kita datangkan tetap yang ahli," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dia menjelaskan, pemerintah tetap akan mengatur jabatan apa saja yang bisa masuk dan bekerja di Indonesia dan jabatan apa yang tidak bisa. Sebagai contoh, jabatan personalia dilarang untuk diisi oleh TKA."Contohnya, dalam Undang-Undang mengatakan jabatan yang terkait personalia, itu wajib hukumnya.
Yang boleh jabatan yang spesialis, jadi bagaimana kita mendatangkan TKA ini yang punya manfaat bagi tenaga kerja Indonesia," kata dia.
Sementara terkait dengan adanya kekhawatiran jika Perpres ini akan membuat TKA membanjiri Indonesia dan mengancam tenaga kerja lokal. Harry menjamin hal tersebut tidak akan terjadi. Menurut dia, adanya penyederhanaan perizinan ini justru akan membuka lebih banyak lapangan kerja di Tanah Air.
"Semangat dari Perpres ini adalah penyederhanaan. Dengan demikian investor mau untuk datang ke Indonesia. Kalau investasi meningkat, maka kesempatan bagi tenaga kerja Indonesia bekerja semakin besar. Dampaknya bukan kesempatan bagi tenaga kerja kita menurunnya, justru kita membawa investor untuk datang dan mempekerjakan tenaga kerja kita," tutur dia.
Menurut Harry, sebenarnya TKA yang bekerja di Indonesia tidak bersifat permanen, tetapi hanya sementara. TKA ini biasanya dibutuhkan saat masa pembangunan pabrik dari investor, sedangkan jika telah selesai maka TKA tersebut akan kembali ke negaranya.
"Tenaga kerja asing juga biasanya digunakan untuk jangka pendek, karena hanya untuk pemasangan mesin. Misalnya investor beli mesin dari Jerman, maka dia butuh tenaga pemasangan mesin itu asal Jerman. Setelah dia selesai membangun, kecenderungan tenaga kerja asing ini justru menurun. Maka kesempatan bagi tenaga kerja Indonesia semakin besar," jelas dia.
Advertisement
Aturan turunan
Pemerintah juga mempersiapkan aturan turunan seiring terbitnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Rencananya akan dituangkan melalui Peraturan Menaker atau Keputusan Menaker yang mengatur tentang persyaratan, kualifikasi, dan jenis-jenis jabatan yang diperbolehkan maupun dilarang diduduki tenaga kerja asing.
“Kita hanya memiliki waktu tiga bulan harus selesai untuk menerima masukan dari para stakeholder agar segera akan jadi Kepmen atau Permen. Jangan sampai batas waktu yang ditentukan belum selesai," ujar Sekretaris Jenderal Kemnaker Hery Sudharmanto.
Dia mengungkapkan masukan yang diminta antara lain menyangkut Perpres No 20 pasal 5 ayat (3) yang berbunyi dalam hal kementerian/lembaga mensyaratkan kualifikasi dan kompetensi, atau melarang TKA untuk jabatan tertentu, menteri/kepala lembaga menyampaikan syarat atau larangan dimaksud kepada menteri untuk ditetapkan.
Masukan lainnya terkait Perpres pasal 6 ayat (3) tentang jenis jabatan, sektor dan tata cara penggunaan TKA dan pasal 10 ayat (1c) mengenai pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah.
Hery juga meminta masukan dari sektor apabila ada syarat kualifikasi dan kompetensi jabatan yang ada pada sektor, jabatan tertentu yang dilarang diduduki oleh tenaga kerja asing.
“Apabila memang ada, agar disampaikan kepada Kemnaker untuk ditetapkan dengan Kepmenaker selambat-lambatnya disampaikan pada akhir bulan Mei 2018. Mekanisme pengawasan untuk jabatan-jabatan sesuai kewenangan K/L (kementerian dan lembaga) agar dibahas lebih lanjut, “ kata dia.
Direktur Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker, Maruli Hasoloan menambahkan secara prinsip Perpres bertujuan penyederhaan prosedur dengan tetap mengikuti persyaratan ketat. Dia berharap lintas K/L memikirkan penggunaan TKA dari segi persyaratan, larangan dan kebutuhan sektor.
“Tapi harus tetap dipikirkan untuk tingkatkan daya saing, apakah syarat yang ketat itu akan menghambat atau menambah daya saing tenaga kerja Indonesia. Kalau sudah dipikirkan, tolong diinfo ke kita, nanti kita bareng-bareng lagi membuat Permenaker, “ ungkap dia.