Liputan6.com, Bandung - Upaya memenuhi kebutuhan TNI setiap tahun, PT Pindad akan meningkatkan dua kali kapasitas produksi amunisi kaliber kecil. Saat ini, TNI membutuhkan 300 juta butir amunisi per tahun.
Direktur Teknologi dan Supply Chain PT Pindad, Ade Badgja mengatakan pihaknya akan memproduksi 4 kali 90 juta butir amunisi per tahun. Jumlah produksi tersebut merupakan kapasitas maksimum Pindad pada 2019 atau 2020.
"Kebutuhan tahunan menurut Asrena 300 juta per tahun. Jadi semua kebutuhan TNI akan kita siapkan. Indonesia sendiri akan membuat pabrik propelan yang akan digawangi PT Dahana, yang akan membuat 400 ton, kalau memang rencananya terbukti, akan dipenuhi oleh PT Dahana, plus kita mencari 100 ton lagi ke luar," kata Ade, Selasa (8/5/2018).
Advertisement
Paban V Sren Kasad, Kol CHB IGN Wisnu Wardana mengatakan, pihaknya berharap kebutuhan amunisi TNI bisa terealisasi oleh produksi dalam negeri. Untuk setiap tahunnya, TNI membutuhkan 318 juta butir amunisi.
"Untuk kebutuhan amunisi kita berharap semua bisa dipenuhi dalam negeri. Karena kita lihat dari pengalaman kemarin, kalau misalnya mengandalkan produksi dari luar negeri, banyak hal yang kita hadapi permasalahannya, yang tidak bisa kita selesaikan dalam satu tahun anggaran," kata Wisnu.
"Produksi dalam negeri bisa mendukung kebutuhan TNI, kebutuhan kita 318 juta butir," dia menambahkan.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Dahana Budi Antono mengatakan, pemerintah telah menugaskan untuk membuat dan memproduksi propela. Pembuatan amunisi tersebut, akan dilakukan di Subang.
"Pabriknya nanti di Subang. Jadi Dahana punya tanah 600 hektar, dan nanti bahan peldak komersial dan bahan propelan dibuat di Subang," kata Budi. (Aditya Prakasa)
Jurus Pindad Genjot Kapasitas Propelan
Propelan atau disebut juga bahan pendorong bubuk mesiu memiliki nilai strategis yang tinggi. Ini karena merupakan bahan untuk meluncurkan munisi dan roket dalam sistem persenjataan.
Saat ini, propelan, seluruhnya masih diimpor dari luar negeri. Pengalaman di masa lalu menunjukkan, kebijakan embargo dari negara barat dalam hal pengadaan propelan, bisa ganggu produksi munisi maupun roket yang dipenuhi selama ini oleh industri pertahanan dalam negeri.
Keadaan paling ekstrim adalah industri pertahanan tidak dapat memenuhi kebutuhan munisi dan roket yang berakibat pada menurunny akemandirian negara dalam alutsista dan mengancam pertahanan serta keamanan negara.
Baca Juga
Upaya-upaya Pemerintah untuk membangun industri propelan di dalam negeri telah dilakukan, di antaranya menuangkan salah satu program prioritas Pemerintah dalam bidang pertahanan.
Sebagai langkah awal, telah dibangun pabrik nitrogliserin. Ini sebagai salah satu bahan strategis yang diperlukan dalam pembuatan propelan. Namun dirasakan masih diperlukan percepatan-percepatan dalam merealisasikannya.
Dalam rangkaian HUT Pindad ke-35, digagas sebuah seminar nasional propelan, bertajuk "Application of Smokeless Powder Propellant in Ammunition and Rocket” pada 8-9 Mei 2018 bertempat di Graha Pindad, Bandung.
Pada hari pertama dibahas terkait kebijakan dan kondisi terkini industri dan penggunaan propelan di Indonesia, dengan pembicara kunci adalah Dr Fajar Harry Sampurno sebagai Deputi Kementerian BUMN.
Dilanjutkan dengan diskusi dengan panelis, diantaranya Asrena Kasad, Dirjen Pothan Kemhan, Kabalitbang Kemhan, Dirtekbang Pindad dan Dirtekbang Dahana. Pada hari ke-dua, dibahas tentang teknologi propelan, baik yang digunakan untuk munisi kaliber kecil, munisi kaliber besar dan roket. Seluruh pembicara hari ke-dua adalah para pemilik teknologi dari Belgia, Australia, Afrika Selatan dan Perancis.
Mulai 2019, Pindad akan meningkatkan kapasitas produksi munisi kaliber kecilnya sebanyak 2 kali dari kapasitas sekarang, hingga 300 juta butir per tahun. Perseroan juga sedang dibangun kemampuan di bidang munisi kaliber besar dan roket.
Dari seminar nasional propelan ini, selain untuk mendukung kebutuhan Pindad terhadap propelan, juga untuk berkontribusi pada negara dalam meningkatkan kapasitas nasional dalam bidang propelan melalui jejaring, mendapatkan ilmu dan berdiskusi bagi para pengguna, pembuat kebijakan, industri, peneliti, dan perguruan tinggi.
Advertisement