Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan konsisten dalam menjalankan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 Tentang Tarif Cukai Tembakau atau cukai rokok hingga 2021. Pasalnya jika tidak konsisten, maka nanti pola kebijakan akan berubah-ubah.
"Kami berharap begitu. Kalau sekali tidak konsisten, maka polanya akan bisa berubah-ubah," kata Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Nasruddin Djoko di Jakarta, Senin (15/5/2018).
Nasruddin mengatakan, pemangkasan layer tarif cukai rokok yang dibuat dalam bentuk peta jalan (roadmap) ini sebenarnya merupakan terobosan dan nantinya akan mendorong penerimaan negara.
Advertisement
Baca Juga
"Kami akan tetap jalan dengan PMK (Peraturan Menteri Keuangan), karena PMK itu bukan dibuat tanpa alasan, ada survei, penelitian lain dan banyak hal. Semua aturan dibuat dengan kajian, jadi harus jalan," Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sunaryo menambahkan.
Sunaryo melanjutkan, penyederhanaan tarif cukai rokok juga memberikan kepastian usaha kepada para pelaku industri.
"Kami melihat dengan penyederhanaan itu, di mana di level II memang di situ bermainnya. Persaingan di situ ya, harus dia saja. Pabrik yang memang bersaing di atas, ya di atas, jangan di bawah seperti itu," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo berharap pemerintah, terutama Kementerian Keuangan tidak berubah sikap. Menurut dia, PMK 146/2017 sudah sangat baik untuk mengatur layer tarif cukai rokok.
"Kalau kebijakan fiskal ini tidak ada masalah, hal yang baik harus diteruskan. Kebijakan ini benar-benar mengatur supaya ada kepastian negara bisa mendapat uang dan dapat dihitung pelaku bisnis juga, sudah pasti mereka akan mengeluarkan berapa," tutur Yustinus.
Dengan ada PMK 146/2017, menurut Yustinus akan memberikan kepastian bagi para pelaku usaha.
"Sekarang kan dengan adanya roadmap ini sebenarnya 4-5 tahun ke depan ada kepastian," ucapnya.
Untuk tahun ini, layer tarif cukai rokok sebanyak 10. Tarif cukai rokok disederhanakan setiap tahunnya menjadi, 8, 6, dan 5 layer dari 2019 sampai 2021. Adapun pada 2017, tarif cukai rokok mencapai 12 layer.
Reporter : Dwi Aditya Putra
Sumber : Merdeka.com
Harga Rokok RI Disebut Lebih Mahal Ketimbang Negara Lain
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebut harga rokok di Indonesia terbilang mahal bila dibanding dengan negara lain.
"Di Indonesia harga rokok paling mahal. Kalau dilihat dari pendapatan per kapita, harga rokok kita sudah termasuk tertinggi di dunia,” kata Yustinus dalam diskusi publik Optimalisasi Penerimaan Perpajakan, di Bumbu Desa Cikini, Jakarta, Senin (14/5/2018).
Yustinus mengatakan, harga rokok di Indonesia lebih tinggi dari negara-negara seperti Jepang, Korea, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Myanmar.
Penilaian ini berdasarkan indeks keterjangkauan yang diukur melalui rasio Price Relative to Income(PRI), yakni rasio yang memperhitungkan faktor daya beli ke dalam analisa keterjangkauan harga.
Namun demikian, dikatakan Yustinus hal ini justru berbalik dengan keterjangkauan harga rokok di berbagai negara dengan metode IPC pada bungkus rokok. Indonesia menduduki posisi paling rendah, di bawah negara Asia seperti Myanmar, Filiphina, dan Malaysia.
Sementara negara seperti Macau menduduki posisi paling tinggi, kemudian di susul Jepang, Taiwan, Korea, Hong Kong, China, Singapura, Vietnam.
Reporter : Dwi Aditya Putra
Sumber : Merdeka.com
Advertisement