Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2017 ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemeriksaan atas LKPP dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan opini atas kewajaran Iaporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap LKPP sebagai laporan keuangan konsolidasian dari 87 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).
Advertisement
Baca Juga
"Atas ke-87 laporan keuangan tersebut, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap 79 LKKL dan 1 LKBUN. Wajar dengan pengecualian (WDP) terhadap 6 LKKL, yaitu pada Kementerian Pertahanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Lembaga Penyiaran Publik TVRI dan Lembaga Penyiaran Publik RRI," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Jumat (1/6/2018).
"Kemudian, BPK tidak menyatakan pendapat (disclaimer) pada 2 LKKL, yaitu pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla)," tambah Moermahadi.
Permasalahan pelaporan pertanggungjawaban APBN tahun 2017 pada 8 LKKL yang tidak memperoleh opini wajar tanpa pengecualian meliputi permasalahan Penerimaan Negara Bukan Pajak, Belanja Barang, Belanja Modal, Piutang Bukan Pajak, Persediaan, Aset Tetap, Aset Lainnya, dan Utang kepada Pihak Ketiga.
Â
Reporter :Â Anggun P. Situmorang
Sumber : Merdeka.com
Selanjutnya
Di antara permasalahan tersebut, terdapat permasalahan terkait persediaan pada Kementerian Pertahanan karena adanya mekanisme pelaksanaan anggaran secara khusus yang berbeda dengan kementerian/lembaga lainnya.
Hal tersebut berdampak pada kompleksitas pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan Kementerian Pertahanan terkait belanja, persediaan, aset tetap, dan dana yang dibatasi Penggunaannya.
"Mekanisme pelaksanaan anggaran tersebut diharapkan dapat segera diperbaiki sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan risiko salah saji pada tahun-tahun berikutnya," tandasnya.
Advertisement