Ini Syarat Supaya RI Bisa Bertahan dari Gejolak Ekonomi Dunia

Bank Dunia meminta pemerintah Indonesia untuk membangun kebijakan ekonomi makro yang sehat untuk bertahan dari guncangan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Jun 2018, 14:40 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2018, 14:40 WIB
20170117- Sri Mulyani dan Rodrigo Chaves-Jakarta- Angga Yuniar
Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chaves (Liputan6.com/Angga Y)

Liputan6.com, Jakarta - World Bank atau Bank Dunia menilai, kondisi keuangan global yang kini lebih ketat serta meningkatnya volatilitas turut berkontribusi terhadap arus keluar modal dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chaves mengatakan, normalisasi kebijakan moneter AS yang diproyeksikan lebih cepat berdampak terhadap kondisi keuangan global yang juga telah mengalami pengetatan lebih cepat dari yang diperkirakan.

"Itu mengakibatkan terjadinya volatilitas di antara negara-negara berkembang dalam beberapa bulan terakhir. Pengetatan kebijakan AS menyebabkan defisit neraca pembayaran sebesar 1,5 persen dari PDB pada kuartal I, pertama kali dalam dua tahun terakhir," papar dia di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Rodrigo menyebutkan, nilai imbal hasil obligasi dan kurs rupiah ikut mendapat tekanan sebagai dampak paparan Indonesia yang relatif tinggi terhadap investor portofolio asing.

"Imbal hasil obligasi Indonesia naik 21 basis poin di kuartal I, sementara rupiah mencapai nilai terendah dalam 31 bulan terakhir terhadap dolar AS," jelasnya.

Namun begitu, dia menyarankan, bila suatu negara mampu membuat kerangka kebijakan ekonomi makro yang sehat, itu dapat memberikan penyangga terhadap peningkatan volatilitas global.

Rodrigo menganggap, kebijakan moneter di Indonesia telah berjalan dengan baik, sehingga menjaga suku bunga riil pada wilayah positif dan mempertahankan ekspetasi inflasi. Hal itu juga disokong upaya Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga sebanyak dua kali sebesar 25 bps.

"Selain itu, kurs rupiah secara efektif tetap 5,3 persen lebih kuat daripada saat Januari 2014, menyusul akibat yang berkepanjangan dari apresiasi riil yang terjadi setelah adanya Taper Tantrum," pungkas Rodrigo.

Jokowi: Ekonomi Dunia Menuju Keseimbangan Baru

Jokowi Gelar Silaturahmi dengan Penerima KIS dan JKN di Istana Negara
Presiden Joko Widodo (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Indonesia harus tetap waspada terhadap ketidakpastian global. Pasalnya, dunia saat ini tengah menuju pada keseimbangan baru di sektor ekonomi.

Jokowi mengungkapkan, saat ini seluruh dunia tengah menghadapi masalah ketidakpastian dan volatilitas keuangan. Hal tersebut dipicu oleh kebijakan ekonomi di Amerika Serikat (AS).‎

"Kita harus selalu waspada terhadap risiko, terutama ketidakpastian global, ketidakpastian ekonomi global, volatilitas keuangan global yang dipicu kebijakan normalisasi moneter di AS," ujar dia di Kantor Presiden, Jakarta, pada 15 Mei 2018. 

Normalisasi kebijakan moneter AS ini berdampak secara langsung terhadap depresiasi mata uang negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Meski begitu, menurut Jokowi, pelemahan yang dialami rupiah jauh lebih baik dibandingkan mata uang negara lain.

"Telah banyak mengakibatkan depresiasi mata uang negara-negara di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Tapi Alhamdulillah dibandingkan negara-negara yang lain kita masih jauh lebih baik," kata dia.

Namun demikian, Jokowi tetap meminta menteri dan kepala lembaga terkait untuk melakukan mitigasi dari gejolak yang terjadi di dunia.

"Faktor eksternal yang lain seperti harga minyak potensi barang dagang Amerika-Tiongkok serta kondisi geopolitik internasional juga terus harus Kita waspadai. Kita juga perlu menyiapkan mitigasi ketidakpastian global ini serta antisipasi pergerakan menuju keseimbangan baru ekonomi global," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya