Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (21/6). Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka di level Rp 14.090 per dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menilai, pelemahan rupiah hari ini terpengaruh dampak dari kenaikan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini meminta kepada masyarakat agar tidak terlalu khawatir dengan kondisi tersebut.
"Karena kan bunga di sananya bergerak. Jangan terlalu dirisaukan," kata Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (21/6/2018).
Darmin lebih jauh mengatakan, faktor lain pelemahan rupiah akibat dari dampak faktor libur panjang Lebaran kemarin.
"Bahwa dia (dolar) naik satu persen bahwa ya memang agak lebih ditambah karena kita liburnya banyak. Orang enggak tahu ini bagaimana. Ya orang hantam saja di hari pertama kerja," terangnya.
Darmin pun optimistis, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan segera membaik.
"Oleh karena itu (pelemahan rupiah) jangan itu dianggap sudah akhir cerita. Lusa juga berubah lagi" tandasnya.
Reporter : Dwi Aditya Putra
Sumber : Merdeka.com
Tensi Perang Dagang AS dan China Memanas, Bagaimana Nasib Rupiah?
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi terus melemah pada pekan ini. Pelaku pasar memantau pergerakan mata uang Garuda dengan bayang-bayang menuju level Rp 13.950 per dolar AS.
Kurs tengah Bank Indonesia dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah berada di posisi 13.902 per dolar AS pada perdagangan hari ini (20/6/2018).
Research Analyst FXTM Lukman Otunuga mengungkapkan, dolar AS menekuk seluruh mata uang negara berkembang, termasuk kurs rupiah. Menurutnya, rupiah berpotensi melemah pekan ini apabila dolar AS terus menguat dan sentimen risiko memburuk karena situasi perdagangan global.
"Rupiah terancam terus melemah pekan ini karena masalah perdagangan menggerus selera pada mata uang berisiko. Pasar akan memantau apakah apresiasi dolar AS membuat rupiah bergerak menuju 13.950," ujar Lukman dalam ulasannya di Jakarta, Rabu ini.
Ia menjelaskan, hubungan atau situasi perdagangan antara AS dan China semakin tegang. Kondisi perang dagang ini menambah kegelisahan pasar dan memperburuk situasi untuk pasar negara berkembang.
Belum lagi prospek kenaikan suku bunga AS, diakuinya dapat memicu kekhawatiran arus modal keluar dari pasar berkembang. Akan tetapi, masalah perdagangan global juga menjadi risiko besar.
"Ketegangan perdagangan dapat menimbulkan kekhawatiran pada memburuknya proteksionisme global yang berdampak negatif pada pertumbuhan pasar berkembang. Karena itu, mata uang dan saham pasar berkembang dapat semakin melemah," terang Lukman.
Lebih jauh ia menilai, ancaman dari Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif baru terhadap China membuat pasar keuangan bergejolak dan investor pun waspada.
Trump membuat perkembangan mengejutkan dengan menyampaikan rencananya untuk memberlakukan tarif pada barang China senilai USD 200 miliar lagi.
Tindakan ini, diakui Lukman, dapat memperburuk hubungan perdagangan AS dan China dan memicu kekhawatiran terjadinya perang dagang global.
"Ketegangan antara dua negara adidaya ini membuat pasar berhati-hati. Saham global melemah karena keadaan ini. Perang dagang dengan aksi saling balas yang semakin memburuk sangat mengancam stabilitas internasional," paparnya.
"Oleh sebab itu, investor mungkin akan melepas aset berisiko dan beralih pada investasi safe haven," kata Lukman.
Advertisement
Harga Emas Merosot
Lukman menambahkan, harga emas terperosok walaupun situasi perdagangan yang semakin tegang telah menimbulkan kewaspadaan di pasar finansial dan di kalangan investor. Faktor utama yang mempengaruhi penurunan harga emas adalah penguatan dolar AS.
Mengutip Reuters hari ini, harga emas di pasar spot turun 0,1 persen ke kevel USD 1.276,19 per ounce pada pukul 1.43 siang waktu London, setelah menyentuh level terendah sejak 22 Desember di USD 1.270 per ounce.
Harga emas berjangka AS untuk pengiriman Agustus turun USD 1,50 atau 0,1 persen ke level USD 1.278,60 per ounce.
"Emas terancam semakin melemah karena dolar AS tetap akan menguat dengan sentimen bullishterhadap ekonomi AS dan peningkatan ekspektasi kenaikan suku bunga AS," kata Lukman.
Lanjutnya, ada argumen bahwa logam mulia ini berpotensi memantul didukung oleh ketegangan dagang dan ketidakpastian geopolitik, namun penguatan dolar AS dapat terus menghalangi kenaikan harga emas.
Dari sisi teknis, emas tetap tertekan pada kerangka waktu mingguan. Lukman memperkirakan, jika emas terus melemah di bawah USD 1.280 per ounce, maka ini dapat menjadi indikasi awal bahwa bearskembali berkuasa.
"Level support sebelumnya di sekitar level ini dapat berubah menjadi resistance dinamis yang membuka jalan menuju USD 1.264," tandas Lukman.