Harga Emas Menguat di Tengah Kekhawatiran Perang Dagang

Untuk harga emas berjangka AS untuk pengiriman Agustus sedikit berubah menjadi USD 1.244 per ounce.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Jul 2018, 06:39 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2018, 06:39 WIB
20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik tipis pada perdagangan Kamis, mematahkan penurunan yang telah terjadi pada dua sesi perdagangan sebelumnya. Penguatan harga emas ini terhadi di tengah kekhawatiran atas perang dagang yang semakin intensif antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

Mengutip Reuters, Jumat (13/7/2018), harga emas di pasar spot naik 0,2 persen menjadi USD 1.244 per ounce. Di sesi sebelumnya, harga emas sempat tergelincri 1 persen hingga mencapai titik terendah mingguan di 1.240,89 per ounce.

Sedangkan untuk harga emas berjangka AS untuk pengiriman Agustus sedikit berubah menjadi USD 1.244 per ounce.

"Hari ini menjadi salah satu dimana perang dagang membawa minat pelaku pasar untuk mengoleksi emas," jelas kepala analis ThinkMarkets.com, Naeem Aslam.

"Kami tahu bahwa Trump serius mengenakan tarif datang kepada China dan reaksi balasan China diperkirakan akan ada kecenderungan meningkat sehingga memberikan tenaga sedikit lebih lama kepada emas," lanjut dia.

Perdagangan saham dan komoditas sedikit pulih pada hari Kamis setelah mengalami tekanan yang sangat dalam pada perdagangan sebelumnya. Tekanan tersebut karena kekhawatiran akan perang dagang yang akan bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global.

China menuduh Amerika Serikat (AS) melakukan intimidasi dan memperingatkan akan memukul balik setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan taruhan dalam sengketa perdagangan mereka.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Siasat Balas Dendam China ke AS

Donald Trump
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyambut antusias penunjukkan negaranya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 bersama dengan Kanada dan Meksiko. (AFP/Nicholas Kamm)

China selama ini mendominasi ekonomi di Asia, dan negara tersebut tengah melakukan ekspansi ekonomi ke Eropa, bahkan Afrika. Sayang, ambisi mereka sedang diguncang perang dagang.

Dilansir CNBC, China yang bersumpah melakukan balas dendam telah memiliki sejumlah rencana selain menerapkan tarif balasan. Salah satunya adalah mempersiapkan industri agrikultur agar tidak bergantung pada kedelai. 

China merupakan tujuan utama ekspor kedelai AS. Hampir setengah produksi kedelai Amerika Serikat (AS) dikirim ke negara tersebut. Sebelumnya, China sudah membatalkan pesanan impor kedelai AS sebesar 1,1 juta ton. Umumnya, kedelai itu dipakai sebagai pakan 700 juta babi di sana.

Merespons langkah China, konsultan Majelis Ekspor Kedelai AS John Baize pesimistis terhadap efektifnya rencana China.

"Tidak banyak yang bisa mengganti kacang kedelai. Cepat atau lambat kau butuh suplemen protein," ucapnya. Ia menambahkan rencana penyetopan kedelai AS hanya rencana politisi yang tidak memahami keadaan ternak.

Media pemerintah China, Global Times, menyebut perang dagang ini sebagai trik pemerasan AS. Mereka juga menyatakan pihak pemerintah telah siap mengambil langkah retaliasi.

"Pemerintahan China telah siap mengambil tindakan pembalasan kapanpun diperlukan," tulis Global Times.

Lebih lanjut, media China mengakui adanya perusahaan-perusahaan ekspor China sedang menderita akibat perang dagang. Pemerintah China juga menyebut bisa mengurangi ketergantungan dari AS.

"Masyarakat China marah dengan hegemoni dagang AS. Beberapa perusahaan-perusahaan ekspor di China telah menderita secara langsung dari perang dagang dan pantas mendapat bantuan pemerintah untuk meminimalisir kerugian. Pemerintah China bisa menyesuaikan ekonomi dan dagang agar mengurangi ketergantungan dengan AS," tulis Global Times.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya