Harga Minyak Anjlok Imbas Kekhawatiran Perang Dagang

Ketegangan perang dagang AS dan China menekan harga minyak acuan dunia.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Jul 2018, 05:30 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2018, 05:30 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia acuan Brent alami penurunan terbesar satu hari dalam dua tahun ini.Hal itu seiring meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China akan berdampak terhadap harga minyak.

Sentimen lainnya Libya yang akan buka kembali pelabuhannya meningkatkan harapan pasokan yang terus meningkat. Harga minyak Brent turun USD 5,46 atau 6,9 persen ke posisi USD 73,40 per barel. Penurunan itu terbesar sejak 9 Februari 2016. Harga minyak mentah AS susut USD 3,73atau lima persen menjadi USD 70,38 per barel.

Aksi jual dimulai pada awal sesi usai perusahaan minyak nasional Libya mengatakan akan membuka kembali pelabuhan yang ditutup sejak akhir Juni.

"Informasi utama tentang Libya hanyalah pemicu.Aksi jual ini hari ini merupakan spekulatif. Hedge Funddan manager lainnya bertaruh dengan ambil posisi beli kemudian menarik kembali dari posisi yang ditambahkan karena hargaminyak mentah dekati level tertinggi dalam 3,5 tahun lalu," ujar John Saucer,Wakil Presiden Direktur Mobius Risk Group, John Saucer, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (12/72018).

Tekanan jual meningkat ketika ketegangan sektor dagang antara AS dan China menimbulkan kekhawatiran permintaan. Tarif baru lebih dari USD 200 miliar terhadap barang China membuat harga komoditas termasuk harga minyak tertekan ikuti wall street. Ini karena ketegangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia makin intensif.

"Meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China telah dorong risikoterhadap harga minyak," ujar Analis Senior Interfax Energy, Abhishek Kumar.

 

Dolar AS Perkasa Tekan Harga Minyak

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Dolar AS perkasa juga menekan harga minyak. Laporan inflasi AS yang kuat secaramengejutkan akan meningkatkan prospek the Federal Reserve atau bank sentral ASakan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi pada 2018. Dolar AS yang menguat dapat melemahkan komoditas berdenominasi dolar AS seperti minyak mentah.

"Keprihatinan perdagangan telah menekan.  Jika tarif barang impor dikenakanakan berdampak terhadap pertumbuhan dan permintaan global. Chinamerupakan pembeli utama minyak mentah AS,dan mengatakan dapat kenakan pajak atas minyak AS jika ketegangan perdagangan meningkat," ujar Kepala Riset CMC Markets,Michael McCarthy.

Selain itu, Libya National Oil Corp juga menyatakan, empat terminal ekspor dibukakembalii usai faksi timur menyerahkan pelabuhan akhiri kebuntuan yang telah menutup sebagian besar produksi minyak Libya.

Produksi minyak Libya telah jatuh ke posisi 527 ribu barel per hari dari 1,28 jutabarel per hari pada Februari usai penutupan pelabuhan pada akhir Juni.

"Bantuan Libya mengubah pembicaraan tentang kapasitas cadangan. Kekhawatirantentang kurangnya kapasitas cadangan telah sebabkan minyak mentah reli," ujarJohn Kilduff, Partner Again Capital Management.

Prospek sanksi AS terhadap ekspor minyak mentah dari Iran membantu dorong harga minyak dalam beberapa pekan terakhir.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuturkan, pemerintahan AS akan pertimbangkanpermintaan dari beberapa negara untuk dibebaskan sanksi. Karena pada November mencegah Iran ekspor minyak. Sebelumnya pemerintahan AS mengatakan negara-negara harus hentikan semua impor minyak Iran mulai 4 November atau hadapi pembatasan keuangan AS.

Selain itu, pasar juga abaikan data pemerintah AS yang menunjukkan stok minyak mentah merosothampir 13 juta barel pada pekan lalu.

"Terlepas dari penarikan luar biasa dalam persediaan minyak mentah, pasar berada di bawah tekananusai kilang hasilkan rekor bensin pada pekan ini," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya