Pembebasan Lahan Tambak Garam NTT Tunggu Izin Bupati Kupang

Program pengembangan sentra garam di Provinsi NTT harus jelas secara regulasi.

oleh Bawono Yadika diperbarui 14 Agu 2018, 16:31 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2018, 16:31 WIB
Pabrik garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT, Selasa (14/8/2018).
Pabrik garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT, Selasa (14/8/2018).

Liputan6.com, Jakarta - PT Garam (Persero) telah meminta rekomendasi kepada Bupati Kupang terkait masalah sengketa 225 hektare lahan untuk pengembangan sentra garam di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur PT Garam (Persero) Budi Sasongko mengatakan, permintaan rekomendasi tersebut kini dalam tahap menunggu penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi.

"Rekomendasi sudah kita ajukan ke bupati, dan dalam proses untuk diterbitkan HGU oleh BPN Provinsi," tuturnya di Kupang, NTT, Selasa (15/8/2018).

Budi menambahkan, program pengembangan sentra garam di Provinsi NTT harus jelas secara regulasi. Hal ini ia pandang, untuk mengurangi benturan yang terjadi dengan adat atau ulayat.

"Ya menurut saya kendalanya harus clear dulu supaya menghindari kita dari hal-hal yang tidak diinginkan dengan rakyat. Pertimbangan bupati barangkali masih memandang itu ulayat, kita ikuti saja apa yang direkomendasi bupati," ujar Budi.

Sementara itu, Budi melanjutkan, potensi pengembangan sentra garam di Desa Bipolo dan Nunkurus, Kupang terbilang besar yakni mencapai 370 hektare (ha). Selain itu, garam produksi Bipolo pun dapat digunakan untuk kepentingan konsumsi maupun industri.

"Potensinya besar lebih 370 ha, kita hanya diberi 225 ha. Nah yang diproduksi di Bipolo ini konsumsi dan industri bisa. Kan mesin sudah canggih sekarang," tandasnya.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

PT Garam Belum Bisa kelola 225 Hektare Lahan

Jerat Hutang Petani Garam Dan Turunnya Harga Jual
Tidak sedikit petambak garam di Cirebon berhutang kepada tengkulak sebagai pengikat agar hasil produksi garamnya tidak dijual ke luar. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengungkapkan akan memberikan Hak Guna Usaha (HGU) di tanah milik negara selus 225 hektare (ha) yang berada di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Rencananya tanah tersebut akan dikelola menjadi lahan industri garam.

Sofyan mengatakan, penyerahan HGU tersebut nantinya tidak serta merta akan diberikan begitu saja kepada PT Garam. Namun pihaknya akan memastikan kembali status kepemilikan tanah tersebut.

"Ternyata di situ sudah ada yang nerima sertifikat dan lain lain jadi kita bereskan dahulu begitu sudah jelas duduk perkaranya baru kita akan keluarkan Bak Pengguna Lahan (HPL) kepada pemerintah daerah setelah itu baru kita berikan HGU kepda PT garam," ujarnya pada 3 Juli 2018. 

"Yang 225 ha dulu yang akan diberikan kepada PT Garam karena itu tenyata tidak bersih sehingga kita harus petakan kembali gimana statusnya," tambahnya.

Sofyan mengatakan, lahan yang tadinya milik empat perusahaan itu kini diserahkan kepada PT Garam untuk usaha produksi garam. Sebab selama ini tanah tersebut tidak dipergunakan selama hampir 25 tahun.

"Ada empat perusahaan selama 25 tahun tidak melakukan apa-apa kita batalkan kita asumsikan bahwa tanah itu bersih tidak kita apa-apa, ternyata selama itu ada keluar sertifikat makanya kita perlu tahu dulu duduk perkaranya di lapangan," ujarnya.

"Dalam satu minggu tim kita akan pergi ke lapangan akan memetakan secara detail apa kondisi lapangan di sana," tambah dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya