Ekonomi Global Melemah, Pemerintah Diminta Agresif Terapkan Kebijakan Moneter

Imbas dari krisis Turki, muncul kekhawatiran ketertarikan investor global pada aset beresiko negara berkembang,

oleh Nurmayanti diperbarui 16 Agu 2018, 18:25 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2018, 18:25 WIB
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi 2
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta Tak hanya global, krisis ekonomi dan keuangan di Turki juga menuai kekhawatiran di Indonesia. Meski nilai perdagangan Turki dan Indonesia relatif kecil, tetap saja perkembangan global harus jadi perhatian investor.

Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia (RELI) Lanjar Nafi mengatakan, imbas dari krisis Turki, muncul kekhawatiran ketertarikan investor global pada aset beresiko negara berkembang, seiring peningkatan suku bunga di AS dan Dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat.

Sehingga mempercepat pergerakan modal asing yang keluar dari pasar negara berkembang dan menaikkan imbal hasil (yield) yang lebih tinggi ke relatif lebih aman di pasar negara maju.

Dijelaskan Lanjar, Indonesia salah satu negara berkembang yang mengalami defisit neraca pembayaran seperti India dan Filipina dengan data terakhir melebar ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Defisit neraca pembayaran ini tergantung pada aliran masuk asing untuk membiayai kebutuhan impor sehingga menambah spekulasi pada penurunan arus keluar asing yang tajam.

“Investor asing memiliki hampir 40 persen dari obligasi pemerintah Indonesia, merupakan tertinggi dari pasar negara berkembang di Asia. Ditambah pemerintah menjalankan defisit anggaran yang berarti perlu meminjam untuk membiayai pengeluaran,” jelas dia, Kamis (16/8/2018).

Agar dampak kerawanan ekonomi global tidak melebar, ia menyarankan pemerintah lebih agresif lagi dalam melakukan kebijakan moneter seperti intervensi rupiah, menyesuaikan suku bunga, mengurangi impor dan menggenjot ekspor.

Di tengah kerawanan ekonomi global, investor lebih berhati-hati dan ketat dalam aset beresikonya, dengan cara melakukan pembatasan kerugian jika sewaktu-waktu terjadi shock pada pergerakan saham, sehingga dapat membeli kembali disaat mulai rebound.

Investor juga harus lebih sabar, mengambil langkah hindari penjualan secara panik dan investasikan pada saham-saham yang berfundamental atau kinerja keuangan tengah semester.

Adapun dalam hal portofolio, harus terus kembali disesuaikan pada porsi saham-saham yang memiliki tingkat sensitivitas dengan rupiah dan kebijakan moneter, hingga yang memiliki kinerja tengah tahun ini cukup baik. Tambah komposisi saham-saham untuk trading short to mid term dan kurangi komposisi saham-saham untuk long term.

Dia menambahkan, pelemahan rupiah akan berpengaruh signifikan pada investor asing karena mereka akan mengkalkulasi kembali aset yang berada di Indonesia setelah di konversi ke Dolar AS  jika ada kerugian.

Investor asing akan merealisasikan aset dalam rupiahnya kembali ke Dolar AS guna melindungi nilai aset mereka.

Dampak pada investor domestik pun akan terasa pada derasnya aksi jual investor asing berpeluang besar menurunkan harga saham dan mengurangi return investor.

Dari sisi emiten, pelemahan rupiah menjadi faktor negatif pada emiten yang memiliki utang dalam bentuk Dolar AS dan Impor bahan baku yang otomatis akan menaikkan beban operasional perusahaan.

Terakhir, investor harus mencermati, berita-berita sentimen ekonomi global maupun dalam negeri. bersikap tenang tidak panic selling. Kemudian mengurangi aset yang penuh spekulasi seperti saham-saham yang tidak berfundamental baik.

Juga, selalu perhatikan batasan kerugian jika analisanya tidak sesuai ekspektasi, karena faktor-faktor seperti ini yang di namakan Faktor X bisa terjadi kapan saja.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Pengusaha Yakin Nasib RI Tak Akan Seperti Turki

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani yakin krisis yang tengah menimpa Turki tidak akan terjadi di Indonesia. Meski saat ini nilai tukar rupiah tengah mengalami pelemahan.

Menurut dia, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini memang menyulitkan pengusaha. Salah satunya karena bahan baku dan barang modal untuk kegiatan industri masih didominasi dari impor.

"Kita menyadari sekali, Indonesia lebih penting dari pada rupiah. Karena kita di dunia usaha sangat mengerti bahwa kalau pergerakan mata uang kita ini melemahnya terjadi terus menerus yang repot ya dunia usaha. Karena tidak bisa dipungkiri raw material kita 70 persen itu dari impor," ujar dia di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Namun demikian, lanjut Rosan, apa yang menimpa Turki hingga membuat mata uangnya yaitu Lira anjlok diyakini tidak akan terjadi di Indonesia. Sebab selama ini data statistik terkait perekonomian Indonesia masih dalam kondisi yang baik.

"Perekonomian kita baik, angka statistiknya sehat. Cuma Turki memang lagi ada problem. Tapi sangat jauh lah kita kalau dibandingkan Turki," kata dia.

Untuk membantu memperbaiki keadaan dan membuat rupiah kembali stabil, lanjut Rosan, pengusaha akan diminta kesediaannya untuk lebih banyak memasukan devisa hasil ekspornya (DHE) ke dalam negeri. Selain itu, DHE tersebut juga harus ditukarkan dalam rupiah.

"Kita sepakat kita usahakan sampai 100 persen bawa DHE kita, dan memang sudah ada teman-teman pengusaha kita baik di komoditas seperti di batubara itu membawa dananya ke Indonesia. Ada yang sudah 75 persen, 50 persen," tandas dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya