Sri Mulyani: Strategi Tekan Defisit Transaksi Berjalan Mudah tapi Butuh Kerja Keras

Untuk mengendalikan impor, beberapa kebijakan pun tengah diluncurkan oleh pemerintah.

oleh Merdeka.com diperbarui 16 Sep 2018, 16:47 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2018, 16:47 WIB
(Foto: Facebook Menkeu Sri Mulyani)
Menkeu Sri Mulyani kunjungi museum (Foto: Facebook Menkeu Sri Mulyani)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) merilis defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal II-2018 sebesar USD 8 miliar.

Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, untuk mengatasi defisit transaksi berjalan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan meningkatkan ekspor dan mengendalikan impor baik untuk barang maupun jasa.

"Kelihatannya mudah, namun ini memerlukan kerja keras bersama," Kata Sri Mulyani seperti dikutip dari laman Facebook miliknya di Jakarta, Minggu (16/9/2018).

Sri Mulyani menuturkan, instrumen dan pemihakan untuk mendorong ekspor perlu didorong karena menyangkut daya saing perekonomian Indonesia.

Beberapa kebijakan itu diantaranya adalah seperti kebijakan memperbaiki pendidikan, termasuk memberikan bea siswa hingga pendidikan tinggi.

Kemudian, kebijakan membangun infrastruktur listrik dan untuk konektivitas, kebijakan mempermudah dan menyederhanakan perijinan melalui One Single submission (OSS), serta perbaikan layanan kepabeanan adalah untuk menunjang daya saing dunia usaha dan ekspor.

"Dengan demikian langkah kebijakan pemerintah ada yang hasilnya langsung dapat dilihat, ada kebijakan yang dampaknya baru terasa dalam jangka menengah panjang," kata Sri Mulyani. Sri Mulyani menyebut, pemerintah juga menggunakan instrumen fiskal (pajak dan kepabeanan) serta instrumen pembiayaan seperti melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dalam meningkatkan kemampuan dan pembiayaan eksportir.

"Peran pemerintah daerah juga sangat menentukan kenaikan ekspor Indonesia. Meski hasilnya tidak serta merta, namun kebijakan ini harus terus konsisten dilakukan," jelas Sri Mulyani.

Untuk mengendalikan impor, beberapa kebijakan pun tengah diluncurkan oleh pemerintah diantaranya adalah melalui pengenaan pajak impor pada barang-barang tertentu, penggunaan biodiesel B20 sebagai pengganti solar (untuk membatasi impor bahan bakar minyak), peningkatan penggunaan komponen lokal pada proyek infrastruktur.

"Pemerintah juga melakukan seleksi terhadap proyek-proyek infrastruktur yang memiliki konten impor besar untuk ditunda, imbuhnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga menggunakan insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance untuk investasi dalam negeri dalam rangka membangun instrumen hulu dan substitusi impor.

Upaya pengendalian impor dilakukan segera karena pertumbuhan impor meningkat pesat diatas 13,4 persen hingga Agustus 2018 diatas pertumbuhan ekspor yang hanya tumbuh diatas 5 persen pada periode yang sama.

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan arus modal dan keuangan masuk ke Indonesia dilakukan dengan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia. Oleh karenanya, peringkat ease of doing business yang makin baik dan kebijakan yang terus meningkatkan daya saing Indonesia harus terus ditingkatkan.

"Hasil kebijakan ini tidak serta merta, apalagi pada saat kondisi likuiditas global yang makin ketat. Namun kebijakan yang bersifat memperbaiki fundamental perekonomian Indonesia harus terus dilakukan yang akan membangun reputasi Indoensia sebagai perekonomian yang sehat dan kompetitif, meskipun hasilnya mungkin baru dinikmati pada periode mendatang," jelas Sri MUlyani.

"Inilah komitmen kenegarawan dan kecintaan bagi negara di luar kepentingan sesaat," dia menandaskan.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Perlu Waktu Panjang Buat Atasi Defisit Transaksi Berjalan

(Foto: Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah (Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah menyatakan bahwa dalam mengatasi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) sebesar 3 persen pemerintah butuh waktu penyesuaian yang panjang. Sebab, persoalan ini menurut dia, bukanlah perkara yang mudah.

"Memang (CAD) itu masalahnya itu tentu bersifat jangka menengah panjang untuk menyelesaikanya," kata Halim saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Meski demikian, Halim meyakini, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) mampu mengatasi CAD tersebut. Hal itu dibuktikan dari beberapa kebijakan untuk mengurangi permintaan terhadap valuta asing (valas) terhadap Dolar Amerika Serikat (USD).

"Kalau Bank Indonesia tujuannya mendorong agar asing bisa masuk kembali membeli surat berharga kita. Kalau pemerintah berusaha mengurangi permintaan dolar AS yang tidak perlu tidak produktif," sebutnya.

Tak kalah penting, kata Halim pemerintah sudah tepat dengan menaikan tarif pajak penghasilan atau PPh impor. Upaya tersebut menurutnya cukup baik sehingga dapat menekan angka impor dalam negeri.

"Kebijakan yang ditempuh pemerintah ini pasti akan mengurangi impor karena sudah ada kenaikan PPh bagi barang mewah sampai empat kali lipat ini, tentu orang berpikir kalau untuk dia beli sekarang," tutur Halim.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya