Sentimen Negatif Bayangi Pasar Apartemen di Jakarta

Pasar properti apartemen di Jakarta pada kuartal III menunjukkan ada pelemahan. Hal ini terlihat dari proyeksi pasokan yang lebih rendah.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Okt 2018, 19:57 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2018, 19:57 WIB
Property Rumah
Ilustrasi Foto Property Rumah (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pasar properti apartemen di Jakarta pada kuartal III menunjukkan ada pelemahan. Hal ini terlihat dari proyeksi pasokan yang lebih rendah dibanding prediksi awal 2018.

Konsultan properti Colliers International Indonesia pada kuartal I 2018 memproyeksikan ada sekitar 25.410 unit apartemen yang akan selesai pada 2018. Namun, angka ini kemudian dikoreksi menjadi 19.883 unit.

Dari total 19 ribu unit tersebut, sebanyak 9.162 unit diperkirakan selesai di kuartal IV. Penurunan ini disebabkan penjualan apartemen yang tidak terlalu tinggi sehingga banyak proyek yang menunda jadwal groundbreaking atau bahkan menghentikan aktivitas penjualannya.

"Kalau lihat dari trennya, sejak tahun 2014 memang ada pelemahan," ujar  Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto.

Proyek-proyek yang diluncurkan sudah mulai menurun drastis sejak 2015 karena lesunya penjualan sehingga pertumbuhan pun tertekan.

Berdasarkan riset, rata-rata harga hanya meningkat sebesar tiga persen sejak 2015, jauh lebih rendah dibandingkan periode 2011-2014 yang peningkatannya 16 persen. Akibatnya, banyak investor yang menunda pembelian karena imbal hasil investasi yang diharapkan kurang menarik.

 

Faktor Melemahnya Penjualan

Property Rumah
Ilustrasi Foto Property Rumah (iStockphoto)

Faktor Lemahnya Penjualan

Lemahnya penjualan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya isu ekonomi dan politik. Kondisi makroekonomi saat ini dinilai berdampak secara jangka pendek hingga menengah terhadap melemahnya kondisi pasar properti.

Depresiasi nilai tukar rupiah menyebabkan Bank Indonesia (BI) meningkatkan suku bunga acuannya yang akhirnya memberatkan pembeli yang menggunakan dana perbankan. Padahal, tren metode pembayaran lewat KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dan KPA (Kredit Pemilikan Apartemen) sudah mulai berkembang dari tahun ke tahun.

Selain itu, kebijakan loan to value (LTV) pemerintah juga dinilai belum efektif dalam mendorong penjualan properti. Ferry mengatakan, LTV ini harus diimbangi dengan penurunan suku bunga. Apabila akses fasilitas pinjaman kredit dari bank dipermudah, tingkat pembelian oleh end user pun akan meningkat.

"Karena percuma DP-nya rendah tapi beban hutangnya tambah tinggi. Sebenarnya salah satu cara yang mungkin belum diterapkan adalah bagaimana memperpanjang tenor," ujar Ferry.

Jauhnya rasio antara jumlah apartemen dengan jumlah penduduk di Jakarta juga karena apartemen belum menjadi pilihan banyak orang sebagai tempat tinggal. Menurut Ferry, akses pembelian lewat perbankan yang diperluas akan menjadi katalis pelemahan penjualan.

Sementara dari sisi politik, calon pembeli cenderung lebih memilih wait and see atau menunggu dan menunda membeli properti dengan mempertimbangkan kondisi politik. Walaupun demikian, isu politik lebih berpengaruh pasar menengah ke atas yang menyasar pada investasi. (Felicia Margaretha)

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya