Lewat Buku, IMF Paparkan Kemajuan Ekonomi Indonesia dalam Dua Dekade

International Monetary Fund (IMF) meluncurkan buku berjudul 'Realizing Indonesia’s Economic Potential' pada Kamis 4 Oktober 2018.

oleh Merdeka.com diperbarui 04 Okt 2018, 13:30 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2018, 13:30 WIB
2018, Menko Perekonomian Patok Pertumbuhan Ekonomi Harus 5,4 Persen
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Darmin Nasution, masih kecil lantaran belum ada orientasi ekspor dari industri dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - International Monetary Fund (IMF) meluncurkan buku berjudul 'Realizing Indonesia’s Economic Potential'. Peluncuran dilakukan di gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis 4 Oktober 2018.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan buku tersebut menceritakan kemajuan Indonesia dalam berbagai aspek selama dua dekade terakhir ini.

Dia menjelaskan publikasi tersebut bermanfaat untuk meningkatkan kesasaran dalam melihat prioritas kebijakan dan isu-isu yang dihadapi pada saat ini dan di masa yang akan datang. 

"Setelah 1997-1998 krisis Indonesia saat ini telah berubah dibandingkan yang lalu. Pembuatan dan drafting buku ini saya apresiasi. Ini sangat tepat waktu karena kita meluncurkan buku ini dalam menyambut IMF-WB annual meeting," kata Perry.

Perry menjelaskan, di dalam buku tersebut diceritakan bagaimana kemampuan ekonomi Indonesia dalam melawan krisis yang sudah jauh semakin kuat dibanding 20 tahun lalu.

"Pertama buku ini menceritakan bagaimana Indonesia memiliki signfikan dan resillience (kemampuan) saat ini dibandingkan dulu 1997 - 1998 krisis," ujar dia.

Selain itu, Perry mengungkapkan Indonesia saat ini mendapat tekanan dari luar atau eksternal yang cukup banyak. Namun, Indonesia sudah lebih tangguh dibanding masa lalu.

"Lebih dari itu Indonesia memiliki banyak eskternal tekanan, Indnesia memiliki penanganan menghadapi tekanan - tekanan eksternal tersebut. Ini mendukung fundamental kekuatan Idonesia," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, kekuatan tersebut didukung oleh Banking Reforms monetary dan beberapa isu reformasi lainnya dalam 20 tahun terakhir semenjak mengalami krisis sehingga saat ini Indonesia semakin kuat menghadapi tekanan global.

"Perubahan tersebut termasuk perubahan fluktuasi exchange rate, membuat Indonesia semakin kuat dalam menghadapi tekanan - tekanan global."

Reformasi-reformasi di bidang ekonomi tersebut diklaim terbukti berhasil meningkatkan perekonomian Indonesia serta potensi-potensi positif lainnya.

"Buku ini juga menyajikan saran kebijakan - kebijakan bagi Indonesia seperti reform harus terus dilanjutkan," ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

BI: Kami Siap Terjun ke Pasar Stabilkan Rupiah

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Sudah Masuk Level Undervalued
Teller menukarkan mata uang dolar ke rupiah di Jakarta, Jumat (2/2). Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berada di level Rp13.700 hingga Rp13.800.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) tidak akan berdiam diri dan tetap melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah di pasar menghadapi tekanan yang cukup besar. Tekanan tersebut mengakibatkan rupiah terdepresiasi melewati level psikologis baru di 15.000 per dolar AS pada Selasa kemarin atau tingkatan terlemah dalam beberapa tahun terakhir.

"BI terus berada di pasar menstabilkan rupiah yang tekanannya cukup besar," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dikutip dari Antara, Rabu 3 Oktober 2018.

Sementara itu, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan bahwa faktor global dan domestik sama-sama mendominasi pegerakan rupiah pekan ini.

Menurutnya, faktor tersebut antara lain kenaikan harga minyak mentah hingga USD 85 per barel atau melonjak 28 persen secara tahun berjalan (ytd) disebabkan oleh berkurangnya pasokan setelah aksi pemboikotan minyak Iran yang diserukan Presiden AS Donald Trump.

Sedangkan faktor domestik, di antaranya, ujar Bhima, sentimen dari proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2018 yang diperkirakan berada di 5,1 persen atau lebih rendah dibanding kuartal II 2018 yang 5,27 persen.

Angka deflasi 0,18 persen (mtm) pada September 2018 juga belum memberikan sentimen positif.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya