Kemarau Panjang Dikhawatirkan Turunkan Produksi Pangan

Risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. Di mana kekeringan tersebut berpotensi menimpa 28 provinsi yang ada di Nusantara.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Okt 2018, 20:40 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2018, 20:40 WIB
Lahan pertanian di Cigawir, Selaawi Garut, nampak mengering akibat kemarau
Lahan pertanian di Cigawir, Selaawi Garut, nampak mengering akibat kemarau (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta Musim kemarau panjang yang tengah melanda Indonesia pada tahun ini dikhawatirkan memicu risiko gagal panen pada komoditas pertanian. Ini karena kemarau panjang telah membuat paceklik di banyak tempat di Pulau Jawa.

"Padahal, salah satu pulau utama di Indonesia menyumbang sekitar 60 persen dari total luas lahan pertanian di Indonesia," kata Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus seperti mengutip Antara, Rabu (10/10/2018).

Dia mengatakan, kekeringan itu akan menyebabkan produksi turun. Misalkan dari satu ton menjadi setengahnya.

Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. Di mana kekeringan tersebut berpotensi menimpa 28 provinsi yang ada di Nusantara.

Sementara itu, Akademisi dari Fakultas Pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan, kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini memang sangat unik. Bagian utara Khatulistiwa memang tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan. Bahkan saat ini sudah memasuki musim hujan.

Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India.

"Munson India itu pengaruhnya ke musim kemarau Indonesia. Saya pantau, indeks Munson India itu tahun ini lebih kuat dari normalnya. Normalnya 10 mps, tahun ini mencapai 15 mps, bahkan ada yang sampai 17 mps," tutur pakar agroklimatologi ini.

Parah dan panjangnya musim kemarau di 2018 pada akhirnya berimbas ke produksi tanaman pangan, khususnya padi. Ini karena kemarau berimbas mulai dari mengeringnya sumber air yang tampak hingga berkurang drastisnya kandungan air dalam tanah.

Ia memperkirakan musim kemarau panjang karena Munson India ini bisa berakhir di 10 harian pertama bulan November. Sayangnya, di saat bersamaan, pada waktu yang sama sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan musim-musim hujan yang lalu.

"Hujannya akan lebih tipis. Ada El Nino yang kira-kira terjadi November sampai Maret 2019 nanti," ungkap dia.

Untuk itulah, dia meminta pemerintah bisa mengantisipasi kondisi ini. Dengan rentetan musim kemarau yang dilanjutkan El Nino, pertanian pangan bisa makin terdampak. Soalnya November hingga Maret biasanya merupakan masa tanam hingga panen raya pertama untuk padi.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Puluhan Hektare Lahan Pertanian di Garut Utara Terancam Puso

Cerita Merana Nelayan Setelah Danau Limboto Nyaris Kering Kerontang
Musim kemarau baru berlangsung 1-2 bulan ini, tapi permukaan air Danau Limboto sudah menyurut 200-300 meter. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Akibat kemarau berkepanjangan, puluhan hektare lahan pertanian khususnya padi dan kolam ikan di wilayah Garut Utara, Jawa Barat terancam puso alias gagal panen akibat semakin menipisnya cadangan air.

"Saya terpaksa nyuci dan mandi di Sungai Cianten ini, karena ketersediaan air sumur sudah mulai surut," ujar Ai Hani (28), warga Kampung Cianten, Desa Cigawir Kecamatan Selaawi, Garut, Rabu (10/10/2018).

Menurutnya pasokan air sumur saat ini hanya mampu menutupi kebutuhan air masak dan minum, sedangkan untuk kebutuhan mencuci, mandi hingga lainnya terpaksa menggunakan air sungai yang jaraknya hingga 1 kilometer itu.

"Awalnya saya berspekulasi menanam padi dengan harapan segera turun hujan, sekarang malah kering kerontang," ujar Usep (41), keluhan warga lainnya yang berasal dari desa Surabaya Kecamatan Limbangan.

Menurut dia, akibat kemarau yang telah berlangsung sekitar lima bulan ini, menyebabkan lahan pertanian padi miliknya yang baru berumur dua bulan mengering. "Kalau sudah mati seperti ini, paling juga hanya bisa buat pakan kambing," ujar dia memelas.

Akibat gagal panen itu, Usep mengaku mengalami kerugian hingga Rp 3 juta dari bibit dan pupuk yang telah disebar di lahan pertanian miliknya yang sudah kering terbelah itu. "Saya juga bingung saat hujan tiba, sebab modal untuk tanam sudah habis," ungkap dia.

Tidak hanya lahan pertanian padi, kekurangan pasokan air ikut menjalar lahan kolam ikan milik warga. Marfuah, (59) mengaku tiga kolam miliknya saat ini mengalami kekeringan, hingga bibit ikan yang telah ditebar pun mati.

"Ikannya masih kecil tapi sudah banyak yang mati akibat kurang air, saya bagikan saja ke tetangga," ujar dia kecewa.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya