Relaksasi DNI Batal untuk UMKM, Ini Kata Pengusaha

Pengusaha menegaskan jika negara-negara liberal sekalipun tidak akan ada yang mau membuka secara umum sektor-sektor usahanya untuk dimasuki asing.

oleh Merdeka.com diperbarui 29 Nov 2018, 17:22 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2018, 17:22 WIB
Ketua HIPMI Bahlil Lahadalia.
Ketua HIPMI Bahlil Lahadalia. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk sektor usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) dari paket kebijakan ekonomi ke-16. Keputusan itu dilakukan menyusul adanya keluhan dari sejumlah pengusaha.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Bahlil Lahadia, menyatakan upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mencabut kebijakan DNI untuk sektor UMKM dinilai cukup tepat. Sebab, hampir dari 54 sektor yang masuk DNI tersebut akan berdampak dan merugikan para UMKM.

"Bahkan saya bisa pastikan semua (merugikan). Karena begini kita punya itu dari 94 (sektor DNI) di 2016, kemudian di cabut berapa sekarang? tinggal 54. Masa 54 kita kasih ke umum apapagi yang kita punya? yang bener saja dong," jelas dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Bahlil menegaskan, di negara-negara liberal sekalipun tidak akan ada yang mau membuka secara umum sektor-sektor usahanya untuk dimasuki asing.

"Kalian kan tahu UMK kita pendidikannya di bawah SMP. Bagaimana mungkin kita bersaing dengan orang-orang dari luar yang memang pendidikannya bagus-bagus?," imbuh dia.

Dia menambahkan, sejak keberpihakan relaksasi DNI itu bergulir,  pihaknya pun secara tegas menolak, karena dianggap ada beberapa hal masih membingungkan.

"HIPMI itu kan sejak awal menolak DNI ini, karena menganggap itu mengancam teman-teman HIPMI punya usaha. Jadi sudah jelas sikap kami. Sudah jelas sekali bahwa sikap hipmi itu menolak sejak awal," tutur dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi pun memastikan bahwa pemerintah tetap berkomitmen menjaga dan memelihara pertumbuhan UMKM di Indonesia. Sebab, kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia sangat signifikan.

Dia mengungkapkan bahwa 62 juta unit UMKM telah mempekerjakan sebanyak 116 juta orang, dengan kata lain 80 persen tenaga kerja Indonesia berada di sektor UMKM.

"Saya ini alumni UMKM, keluarga saya juga masuk dalam kategori UMKM, anak-anak saya juga kategori UMKM, jualan martabak, jualan pisang, usaha mikro, kecil. Mayoritas usaha Indonesia adalah UMKM, jangan meragukan komitmen saya dalam UMKM," terang Presiden Jokowi.

Keberpihakan pemerintah terhadap UMKM, kata Presiden Jokowi, juga tercermin dari penurunan bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari 24 persen menjadi 7 persen dan telah memangkas pajak penghasilan dari 1 persen menjadi 0,5 persen.

Seperti diketahui, dari 54 bidang usaha Daftar Negatif Investasi (DNI) hanya 25 di antaranya yang bisa menerima Penanaman Modal Asing (PMA) secara penuh atau 100 persen.

Pemerintah Kebut Penyelesaian Perpres DNI

20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono mengatakan saat ini pihaknya tengah mengebut penyelesaian Perpres tentang Daftar Negatif Investasi (DNI).
 
"Kami sudah putuskan, hari ini, kami kejar rancangan Perpres-nya," kata dia, dalam Konferensi Pers, di Kantornya, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
 
 
Ini sebagai tindak lanjut dari keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan UMKM dari revisi aturan Daftar Negatif Investasi (DNI). 
 
"Khusus untuk DNI kami sudah jelas arahannya, kami menyusun lampirannya, ada lampiran 1, lampiran 2, lampiran 3, mana yang tertutup, mana yang terbuka dengan persyaratan, dan sebagainya, kami selesaikan hari ini, kami segerakan proses penyelesaian Perpres-nya," jelasnya.
 
Sebagai informasi, lima bidang usaha yang dikembalikan ke DNI terdapat pada kelompok A dan B. Untuk kelompok A, ada empat bidang usaha yang dikeluarkan dari kelompok dicadangkan untuk UMKM-K. 
 
Percepatan penyelesaian Perpres tentang DNI diharapkan dapat segera keluar. "Saya kita tidak perlu berdebat panjang. Karena tujuan sama-sama baik, nanti kita akan ketinggalan Perpres belum bisa jadi yang menjadi dasar investasi untuk masuk," tandasnya.
 
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
 
Sumber: Merdeka.com
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya