Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk prediksi rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di posisi 14.900 pada 2019.
Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Anton Gunawan menuturkan, prediksi nilai tukar rupiah itu berbeda dengan prediksi pemerintah yaitu 15.000 per dolar AS yang tercantum dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019.
Proyeksi Bank Mandiri tersebut dilihat berdasarkan perkiraan bank sentral AS atau the Federal Reserve (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali ke level 3 persen hingga 3,5 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Dugaan kami rata-rata nilai tukar Rp14.900 per dollar. Bila APBN rata-rata pakai Rp15.000. Tapi dengan catatan (suku bunga acuan) The Fed naiknya tiga kali ya jadi 3 persen sampai 3,5 persen," kata dia, di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Selain itu, kata Anton, kondisi ekonomi global dan domestik yang mulai membaik juga akan mengurangi tekanan terhadap rupiah. Salah satunya indikator perbaikan adalah harga minyak yang diprediksi turun, lalu cenderung stabil.
"Masalah lain geopolitik, yang paling besar itu terkait kenaikan harga minyak. Di 2018 awal naik tinggi, tapi jelang akhir tahun kecenderungannya turun, sehingga lebih flat hingga tahun depan," tutur dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Ekonomi Global dan Domestik Sedikit Lebih Baik pada 2019
Anton menilai, ekonomi global dan domestik akan sedikit lebih baik pada 2019 ketimbang 2018. Ini lantaran risiko sudah banyak terjadi pada 2018. Ia mencontohkan salah satunya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sempat capai 13 persen.
Namun, pelemahan nilai tukar rupiah relatif membaik jelang akhir 2018. Berdasarkan data Bloomberg, depresiasi rupiah 7,69 persen. Rupiah ditutup menguat 0,07 persen ke posisi 14.597 per dolar AS pada perdagangan Rabu pekan ini.
“Kelihatannya, tahun depan tidak begitu besar, meski tekanan masih ada dari global," ujar dia.
Hal itulah, membuat Anton optimistis tekanan terhadap nilai tukar rupiah tidak akan terlalu besar pada 2019.
"Hal ini membuat kami yakin depresiasi rupiah lebih kecil. Tapi masih ada potensi lebih kuat kalau benar ada slow down ekonomi sehingga The Fed tidak naik tiga kali dan harga minyak mentah mulai meningkat lagi," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement