Defisit Transaksi Berjalan Bakal Capai 2,9 Persen pada 2019

Pengurus pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih baik pada 2019.

oleh Bawono Yadika diperbarui 12 Des 2018, 20:37 WIB
Diterbitkan 12 Des 2018, 20:37 WIB
20161025-Bea-Cukai-Kembangkan-ISRM-untuk-Pangkas-Dwelling-Time-Jakarta-IA
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/10). Kebijakan ISRM diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektifitas pengawasan dalam proses ekspor-impor. (Liputan6.com/Immaniel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Destry Damayanti prediksi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) masih terjaga di rentang 2,8-2,9 persen pada 2019. Itu diikuti dengan pertumbuhan inflasi sekitar 3,2-3,5 persen.

"CAD untuk tahun depan kami prediksikan masih di kisaran 2,8-2,9 persen," ujar dia di Gedung Kahmi Centre, Rabu (12/12/2018).

Terkait kondisi ekonomi pada 2018, pemerintah dinilai cukup baik dalam merespons ketidakpastian global. Indonesia dipandang telah belajar dari krisis ekonomi yang terjadi pada 1997-1998.

"Dengan kondisi global di 2018 yang luar biasa parahnya, kita bersyukur karena kita bisa belajar dengan kondisi global yang sedemikian parah. Pemerintah cepat belajar dari sejarah 97 dan 98," ujar dia.

Oleh sebab itu, Destry mengungkapkan, ekonomi Indonesia bakal tumbuh membaik pada 2019. Ini disebabkan perekonomian Indonesia secara fundamental masih terbilang baik.

"Untuk 2019 kita sudah punya basis yang kuat. Makro dan fiskal kita sudah bagus. Bahkan fiskal kita pruden. Keseimbangan primer kita diarahkan positif. Artinya kebijakan yang pruden tetap terus dipertahankan oleh pemerintah. Investor merasa nyaman dengan kondisi ini," ujar dia.

Meski demikian, ia menjelaskan, beberapa industri di Indonesia masih perlu perbaikan. Itu salah satunya di sektor manufaktur. 

"Manufaktur, re-industriliasisasi. Raw commodity perlu diperbaiki ke depannya supaya mengurangi ketergantungan impor," ujar dia.

Ia juga menekankan, fokus pemerintah mengelola dana asing pun masih perlu ditingkatkan agar investor merasa aman untuk berinvestasi di dalam negeri.

"Dan bagaimana caranya dana asing itu bisa bertahan lama misalkan diarahkan ke foreign direct invesment (FDI) atau kondisi makro kita harus stabil supaya mereka bisa bertahan lama. Jadi tidak hit and run dana itu," tutur dia.

 

Tantangan RI pada 2019 versi ISEI

2018, Menko Perekonomian Patok Pertumbuhan Ekonomi Harus 5,4 Persen
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Darmin Nasution, masih kecil lantaran belum ada orientasi ekspor dari industri dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengapresiasi kinerja ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) pada 2018.

Pengurus pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Destry Damayanti menuturkan, ada beberapa indikator ekonomi yang dinilai membaik pada 2018. Hal itu antara lain inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Pencapaian perekonomian di 2018 itu menurut saya cukup baik. Keseluruhan untuk kuartal keempat pertumbuhan ekonomi kita perkirakan 5,1 persen itu achievable. Kemudian inflasi di 3 persen, itu sudah cukup baik," ujar dia saat ditemui di Gedung Kahmi Centre, Jakarta Selatan, Rabu (12/12/2018).

Dengan kondisi ketidakpastian global yang tidak bersahabat, Destry menilai pemerintah cukup baik merespons dan mempertahankan ekonomi dalam negeri. Ini ditunjukkan dari segi fiskal.

"Dari segi fiskal lebih produktif ya, kelihatan dari deposit budget yang diperkirakan lebih rendah dari perkiraan awal 2,2 persen. Kemudian kita lihat dari penerimaan, khususnya penerimaan pajak dengan pencapaian di atas 90 persen itu buat kita juga prestasi sekali," ujarnya.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2018 sebesar 5,17 persen. Angka ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya 5,27 persen. Akan tetapi, lebih tinggi dari kuartal III 2017 sebesar 5,06 persen.

Selain itu, realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah hingga akhir November 2018 capai Rp 1.654,5 triliun atau 87,3 persen dari target APBN 2018 sebesar Rp 1.894,7 triliun. Penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.301,4 triliun atau 80,4 persen dari target APBN 2018.

Tak hanya itu, Destry pun menilai kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah cukup berhasil di tengah memanasnya sentimen global.

"Jadi perekonomian 2018 ini kita pikir sudah on track ya," tutur dia.

Sementara itu, tantangan Indonesia pada 2019, menurut dia ialah pembangunan sumber  daya manusia (SDM) dan peningkatan inovasi terutama industri teknologi.

"Sektor-sektor strategis seperti agriculture, fishery, pariwisata ternyata masih didominasi oleh level-level pekerja yang masih rendah. Kita berharap human capacity building semestinya jadi PR buat pemerintah," ujar dia.

Destry menilai, pemerintah harus jeli melihat industri apa saja yang dapat diandalkan pada 2019. Selanjutnya mengaitkan industri tersebut dengan pendidikan vokasi sehingga industri dan dunia pendidikan beriringan.

"Jadi pemerintah harus lebih ke mikro melihat industri mana saja yg bisa diandalkan di 2019. Kemudian dikaitkan dengan  pendidikan vokasi yang mengarah ke sektor-sektor itu. Ini agar program link and match bisa jalan, petakan supply dan demand," ia menambahkan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya