Pengusaha: Harga BBM Tak Naik, Defisit Transaksi Berjalan Sulit Capai 2,5 Persen

Bank Indonesia (BI) prediksi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) 2019 sebesar 2,5 persen.

oleh Merdeka.com diperbarui 05 Des 2018, 18:46 WIB
Diterbitkan 05 Des 2018, 18:46 WIB
Investasi Meningkat, Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tumbuh 5,06 Persen
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 tersebut lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode sama dalam tiga tahun terakhir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) prediksi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) 2019 sebesar 2,5 persen. Keyakinan itu pun didasari oleh serangkaian kebijakan yang sudah digulirkan bank sentral bersama dengan pemerintah.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, tugas pemerintah cukup berat untuk mencapai posisi CAD di kisaran 2,5 persen pada 2019. Sebab, selama impor masih lebih tinggi dari ekspor, angka tersebut sulit dicapai.

"Saya rasa akan berat. Selama kita tidak mau menaikkan harga bahan bakar akan sulit sekali untuk kita mencapai itu. Saya rasa bagus ya pemerintah optimis tapi saya rasa akan berat. Kenapa karena kita masih bergantung pada impor sangat besar. Sehingga kita mau genjot ekspor seperti apapun akan sulit," kata dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Shinta mengatakan, sebagai pelaku usaha pihaknya terus mendukung dalam menggenjot ekspor. "Tapi kita dari dunia usaha terus mendukung. Ini percuma kita komplain saja tanpa ada solusi mau apa. Jadi kita berjalan bagaimana cara menaikkan. Kita menggenjot pangsa ekspor lebih banyak," imbuhnya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan tren penurunan defisit current account atau transaksi berjalan akan terus berlanjut pada 2019. BI prediksi defisit transaksi berjalan pada 2019 akan berada di bawah 2,5 persen.

"Tahun ke depan bagaimana? Langkah yang tadi dilakukan dan juga langkah-langkah stabilisasi moneter dan juga fiskal itu akan membawa CAD di tahun 2019 lebih turun lagi, yang kami perkirakan 2,5 persen dari PDB," ujar dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Jokowi: Ekonomi RI Butuh Lebih Banyak Ekspor

Investasi Meningkat, Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tumbuh 5,06 Persen
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 mencapai 5,06%.(Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk memetakan peluang-peluang ekspor. Ekspor merupakan hal yang paling dibutuhkan makro ekonomi Indonesia saat ini.

Demikian disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara penutupan Rapat Pimpinan Nasional Kadin Indonesia Tahun 2018 di Hotel Alila, Surakarta, Rabu 28 November 2018.

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menyatakan, pengusaha sebenarnya juga membutuhkan ekspor untuk mengembangkan usahanya lebih jauh.

"Menurut saya, ekspor juga sangat penting untuk pengusaha itu sendiri," ujar dia dalam keterangan resmi, Kamis 29 November 2018.

Jokowi mengakui jika perekonomian Indonesia saat ini sedang membutuhkan ekspor. Hal tersebut guna memperbaiki neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan. Dengan ekspor, negara akan memperoleh devisa.

"Jelas sekali pentingnya ekspor untuk sebuah ekonomi yang sehat. Ekspor menghasilkan devisa, ini jelas. Ekspor penting untuk menjaga neraca perdagangan dan transaksi berjalan kita menjadi lebih baik," ujar dia.

Meski demikian, Jokowi memandang para pengusaha juga merupakan pihak yang diuntungkan dari aktivitas ekspor tersebut. Baginya, alasan utama untuk seorang pengusaha melakukan kegiatan ekspor adalah untuk belajar lebih produktif.

"Lembaga Enterprise Research Centre di Inggris dan Business Development Bank of Canada dari Kanada menunjukkan bahwa UKM yang ekspor ini jauh lebih produktif dari UKM yang tidak ekspor. UKM yang ekspor biasanya penghasilannya lebih tinggi, bisnisnya juga lebih inovatif, dan membayar gaji yang lebih tinggi untuk karyawannya," jelas dia.

Dengan kata lain, lanjut Jokowi, mendorong ekspor adalah salah satu jalan untuk meningkatkan daya saing nasional sekaligus mengurangi ketimpangan. Dalam proses ekspor tersebut, seorang pengusaha juga akan banyak memetik pelajaran mengenai usaha dan persaingan.

Menurut dia, semakin lama para pengusaha terus menjalankan dan mengembangkan bisnis ekspornya, semakin banyak pula yang harus dipelajari dan semakin banyak informasi serta keahlian yang dapat diserap.

"Ini saya alami sendiri. Suatu saat saya melihat peluang di pasar luar negeri. Saya masih ingat betul tantangan menjalankan ekspor saat-saat awal. Mungkin kalau saya dulu enggak ekspor, mungkin enggak jadi presiden," tandas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya