Liputan6.com, New York - Harga minyak sedikit lebih rendah pada hari Kamis (Jumat pagi WIB) karena data ekonomi China melemah dan investor tak lagi terfokus pada perundingan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Dilansir dari Reuters, Jumat (11/1/2019), harga minyak berjangka Brent turun USD 23 sen menjadi USD 61,21 per barel. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun USD 9 sen menjadi USD 52,27 per barel.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya di sesi ini, kedua patokan harga minyak dunia ini mencetak rekor tertinggi dalam hampir sebulan. WTI mencapai level tertinggi USD 52,7 per barel dan Brent naik menjadi USD 61,91 per barel.
Pada sesi sebelumnya, harga minyak melonjak 5 persen, menghentikan reli delapan hari yang menandai kenaikan berkelanjutan minyak terpanjang sejak Juli 2017.
Pasar keuangan global telah melonjak dengan harapan Washington dan Beijing akan mencegah perang dagang habis-habisan. Tiga hari perundingan antara dua ekonomi terbesar itu berakhir pada hari Rabu.
Tetapi kenaikan di pasar global mulai menyusut setelah kedua belah pihak mengeluarkan pernyataan positif yang samar-samar yang tidak memiliki rincian konkret.
Pada hari Kamis, Presiden A.S. Donald Trump mengatakan kepada wartawan bahwa kedua negara "sukses luar biasa" dalam diskusi mereka, tetapi tidak memberikan rincian lainnya.
Data yang mengecewakan dari China menambah kekhawatiran tentang ekonomi global.
Producer Price Index (PPI) atau Indeks Harga Produsen China pada bulan Desember naik pada laju paling lambat dalam lebih dari dua tahun, tanda mengkhawatirkan risiko deflasi.
“Data dari Tiongkok, inflasi lemah dan penyempurnaan kesepakatan China-AS. Pembicaraan tanpa terobosan besar apa pun yang kami sadari pada titik ini menyebabkan beberapa aksi ambil untung setelah kenaikan yang luar biasa kemarin, "kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago.
Barclays memperkirakan bahwa harga minyak Brent akan tetap terikat pada kisaran USD 55 hingga USD 65 per barel karena persediaan meningkat dalam beberapa bulan mendatang, sementara itu mengharapkan "pasar akan kembali ke keadaan seimbang" pada paruh kedua 2019.
Bank AS Morgan Stanley memangkas perkiraan harga minyak 2019 lebih dari 10 persen pada hari Rabu, menunjukkan melemahnya ekspektasi pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pasokan minyak.