Liputan6.com, Jakarta - Industri ritel di Indonesia kini tengah disoroti. Mulai dari Hero Supermarket yang resmi menutup 26 toko ritelnya, Neo Central Soho juga dikabarkan dalam waktu dekat akan meniru langkah yang sama untuk menutup gerai.
Vice President Corporate Communications Transmart Carrefour, Satria Hamid mengatakan, pasar industri ritel memang dihadapkan pada situasi sulit. Meski begitu, industri ritel offline bukan berarti padam.
"Tak bisa dipungkiri perubahan penetrasi dari bisnis ritel online sudah marak masuk ke Indonesia. Fenomena ini sudah terasa sejak 10 tahun silam makanya kita antisipasi dan me-remodeling bisnis kami yang dulu carefour menjadi transmart," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (15/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Satria menuturkan, pentingnya untuk terus mengamati perubahan pasar dan kebutuhan konsumen yang terus berkembang. Kata dia, hal ini merupakan kunci bagi bisnis ritel untuk bisa bertahan.
"Kita industri retail harus lihat kebutuhan konsumen, kreatif, dan juga inovatif. Jadi industri retail offline belum bisa dikatakan padam sejauh bisa mencoba memenuhi kebutuhan konsumen. Karena online sendiri menurut saya hanya diversifikasi pasar saja," ujar dia.
Oleh karena itu, dia menganjurkan agar ritel-ritel di Indonesia dapat terus beradaptasi dengan perkembangan yang terus berubah. Termasuk dalam memposisikan toko ritel masing-masing di masyarakat.
"Untuk industri ritel jangan pernah putus asa. Yang offline harus bisa beradaptasi dan menekankan jati diri toko ritel kita itu dimana posisinya. Memang harus mewarkan ide-ide yang out of the box" imbuh dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Komunikasi dan Media Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Fernando Repi menuturkan, sudah saatnya bagi industri ritel masuk ke dalam bisnis digital (e-commerce).
Menurut dia, perubahan penetrasi bisnis dari offline ke online penting guna memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin ingin efisien dari waktu ke waktu.
"Ya jadi memang sudah saatnya, atau lebih tepat peritel memiliki online store," kata dia.
Sejak 2017, industri ritel alami tekanan hingga akhirnya menutup gerai. Sejumlah ritel yang tutup gerai antara lain 7 Eleven (Sevel) yang tutup pada 30 Juni 2017, selain itu Matahari menutup gerainya di Pasaraya Blok M dan Manggarai, serta mal Taman Anggrek.
Kemudian PT Mitra Adiperkasa Tbk menutup gerai Lotus yang berada di lima lokasi pada Oktober. Lotus dioperasikan oleh PT Java Retailindo yang sahamnya 100 persen dimiliki PT Mitra Adiperkasa Tbk.
Tak hanya Lotus, Perseroan juga menutup Debenhams yang berada di Senayan Citu, Kemang Village dan Supermall Karawaci.
Persaingan Kian Ketat, Pelaku Usaha Ritel Mesti Cepat Adaptasi
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai langkah PT Hero Supermarket Tbk (HERO) menutup gerai menjadi strategi efisiensi agar bertahan di tengah ketatnya persaingan.
Wakil Ketua Umum Aprindo, Tutum Rahanta menuturkan, kondisi global dan makro ekonomi mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal tersebut juga pengaruhi kinerja bisnis termasuk ritel.
Untuk tetap bertahan, Tutum menilai, pelaku usaha ritel memilih strategi efisiensi dengan menutup outlet atau gerai yang tak menguntungkan dengan menggantikan lokasi baru.
"Tutup outlet yang jelek juga merupakan bagian dari efisiensi,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Senin 14 Januari 2019.
Tutum menuturkan, selain faktor kondisi global, persaingan bisnis dengan usaha sejenis dan digital juga pengaruhi sektor ritel.
Oleh karena itu, para pelaku usaha juga harus beradaptasi dengan perubahan. Salah satu contohnya dengan lokasi gerai yang disesuaikan dengan target pasar.
Tutum menambahkan, pihaknya melihat ada kemungkinan pelaku usaha ritel lainnya yang akan menutup gerai ke depan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement