Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan bahwa tantangan untuk sektor manufaktur Indonesia adalah meningkatkan nilai tambah dan diversifikasi produk.
Dia mengakui bahwa saat ini produk manufaktur Indonesia masih belum terlalu meyakinkan jika dilihat dari sisi nilai tambah maupun diversifikasi produk.
"Jadi tantangan buat industri manufaktur kita adalah meningkatkan nilai tambah karena industri manufatur secara umum nilai tambah relatif rendah, produk relatif tidak unik, sehingga persaingan dengan negara lain begitu kuat," kata dia, saat ditemui, di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Karena itu, inovasi di sektor manufaktur yang berujung pada produk bernilai tambah harus terus didorong. Hal tersebut penting, agar Indonesia tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah dan ekspor komoditas.
"Maka yang harus didorong adalah inovasi, dan inovasi produk, sehingga nantinya produk kita akan punya nilai tambah yang lebih tinggi dan relatif lebih unik, kalau sudah seperti itu nantinya produk kita akan lebih kompetitif secara ekspor, tidak lagi kita bergantung kepada sawit, batu bara, tergantung kepada minyak untuk mendapatkan devisa," jelasnya.
Karena itulah, kata dia, revolusi industri yang mendorong pengembangan produk manufaktur yang memiliki nilai tambah sudah selayaknya dilakukan.
"(Revolusi industri) Tentunya bukan sudah siap, tapi harus disiapkan, karena sekarang gini kalau kita lihat struktur industri manufaktur kita untuk eskpor belum terlalu meyakinkan, artinya masih kalah dengan komoditas, padahal ke depan kita tidak boleh lagi tergantung pada komoditas, harus digantikan dengan produk yang punya nilai tambah lebih," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hadapi Era Digital, Pekerja Sektor Manufaktur Harus Tingkatkan Keahlian
Sebelumnya, industri manufaktur Indonesia saat ini perlu mendapat perhatian khusus. Industri tersebut juga perlu didorong seiring kemajuan teknologi dan digitalisasi.
Ekonom Indira Hapsari mengatakan saat ini ada beberapa bahkan banyak orang takut dengan adanya kemajuan teknologi dan adanya otomatisasi. Ketakutan tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya banyak pihak yang memperkirakan bahwa lapangan pekerjaan akan banyak hilang dengan adanya otomatisasi.
BACA JUGA
“Namun sebenarnya ini tidak akan hilang. Sebenarnya lapangan pekerjaan masih tetap, hanya para pekerjanya harus dipersenjatai dengan kemampuan yang lebih baik,” kata Indira pada Rabu 5 Desember 2018.
Dia menyebutkan, industri manufaktur Indonesia disebut mengalami pelambatan pasca krisis yang terjadi 20 tahun silam. Setelah krisis 1998, tepatnya mulai era tahun 2000 terdapat tren perlambatan dalam sektor manufaktur Indonesia. Namun sektor tersebut masih menjadi elemen penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Sektor manufkatur untuk maju ini harus dibantu dan diperbaharui,” ujarnya.
Dengan demikian, digitalisasi ekonomi harus dijadikan momen untuk kembali membangkitkan sektor tersebut. “Sebenarnya Digital ekonomi punya potensi besar untuk lebih bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia jika didukung faktor-faktor yang tepat,” ujarnya.
Advertisement