Cerita Moeldoko Sempat Menentang Keras Impor Beras

Upaya menjaga perasaan para petani, Moeldoko sempat terjun langsung ke petani-petani kecil untuk memberikan pemahaman soal impor beras.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Feb 2019, 17:46 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2019, 17:46 WIB
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jenderal TNI (Purn) Moeldoko kembali angkat suara terkait dengan persoalan impor beras yang dilakukan pemerintah.

Dia mengakui sempat menentang keras terkait usulan impor tersebut. "Impor itu, saya walaupun di pemerintahan saya juga ketua HKTI . Saya sangat menentang kalau impor itu berdekatan dengan panen raya petani. Ini saya juga bersuara keras," kata dia saat ditemui di Kantor HKTI, Jakarta, Minggu (17/2/2019).

Meski sempat menentang, namun dia menyadari upaya pemerintah melakukan impor beras tersebut untuk menutupi stok beras yang jumlahmya semakin menipis. Atas dasar tersebut, impor memang perlu dilakukan untuk menjaga ketersediaan beras di kalangan masyarakat.

"Tapi kenapa tahun lalu melanjutkan impor? Karena kita menghadapi kekosongan maka harus dilakukan. Kita sangat takut kalau nanti ada emergency, karena kekeringan yang berkelanjutan serangan hama yang berlebihan maka kondisi-kondisi itu dapat mempengaruhi ketersediaan pangan," tutur Moeldoko.

Di samping itu, untuk menjaga perasaan para petani, dirinya bahkan sempat terjun langsung ke petani-petani kecil untuk memberikan pemahaman. "Saya harus berikan pemahaman ke petani Indonesia kenapa kita masih impor, saya jelaskan, ini loh masalahnya seperti ini," imbuhnya.

Modoko melanjutkan, dari hasil impor yang dilakukan pemerintah semua masuk ke gudang Perum Bulog. Sehingga tidak mempengaruhi harga panen di tingkat petani.

"Kemarin kita impor tapi harga tetap terjaga dengan baik ini maknanya apa ? Yang kita impor itu masuk ke gudang . Waktu itu saya sarankan supaya satgas pangan itu kunci pintu gudang itu agar tidak mengganggu nilai jual petani dan itu terbukti," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Indef: Impor Beras 2018 Terbesar Kedua Setelah 2011

20151112-Beras Vietnam-Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta
Aktivitas penurunan beras impor dari sebuah kapal saat tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/11). Sekitar 27 ribu ton beras tersebut didatangkan dari Vietnam untuk menjaga kestabilan persediaan beras nasional. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, impor beras yang dilakukan Indonesia merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan. Bahkan dalam 18 tahun terakhir, impor beras pada 2018 merupakan yang tertinggi kedua setelah 2011.

Peneliti Indef Rusli Abdulah mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2000 tren impor beras yang dilakukan Indonesia berfluktuatif.  Ada kalanya melonjak tinggi atau lebih rendah.

"Impor beras di 2018 jadi yang tertinggi kedua sejak 2000. Tertinggi pertama yaitu pada 2011," kata dia di Jakarta, Kamis (14/2/2018).‎

Dia mengatakan, secara garis beras impor beras kecenderungannya meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini jika pemerintah tidak melakukan antisipasi dengan mendorong peningkatan produksi di dalam negeri.

‎"Ini (impor beras) bisa meningkat, mengingat konsumsi meningkat. Tapi untungnya kita sudah punya data yang valid," tandas dia.

Dia membeberkan, pada tahun 2000, impor beras tercatat sebesar 1,35 juta ton. Kemudian naik pada 2001 mencapai 644 ribu ton, 2002 sebanyak 1,8 juta ton, 2003 sebanyak 1,4 juta ton, 2004 sebanyak 236 ribu ton, 2005 sebanyak 189 ribu ton, 2006 sebanyak 438 ribu ton.

Kemudian 2007 sebanyak 1,4 juta ton, 2008 sebanyak 289 ribu ton, 2009 sebanyak 250 ribu ton, 2010 sebanyak 687 ribu ton.

Kemudian pada 2011 sebanyak 2,75 juta ton, 2012 sebanyak 1,81 juta ton, 2013 sebanyak 472 ribu ton, 2014 sebanyak 844 ribu ton. Selanjutnya di 2015 sebanyak 861 ribu ton, 2016 sebanyak 1,28 juta ton, 2017 sebanyak 305 ribu ton dan 2018 sebanyak 2,25 juta ton.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya