Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 01 sekaligus petahana Joko Widodo (Jokowi) coba mengomentari anggapan terkait perusahaan swasta yang kurang dilibatkan dalam suatu proyek besar nasional.
Dia menyatakan, pemerintah tidak pernah melarang pihak swasta untuk ikut berpartisipasi, asalkan mereka mau bernegosiasi dengan laju pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) yang rendah.
Advertisement
Baca Juga
"Saya sampaikan sejak awal, silakan kalau ada swasta yang mau masuk ke dalam. Siapa yang mau dengan IRR di bawah 10," ucap Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
"Siapa yang mau tunjuk jari, saya beri sepeda," tantang dia diikuti gelak tawa pihak pendukungnya.
Dengan alasan tersebut, pemerintah dibawah arahannya banyak menyertakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengerjakan proyek infrastruktur penting, dengan modal suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN).
"BUMN kan disuntik PMN. Kalau untung, keuntungan bisnisnya pasti akan kena sekuritisasi," sambung Jokowi.
Jokowi Dinilai Berani Ambil Kebijakan yang Tak Populis
Pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin mendapat dukungan dari 10 ribu pengusaha dan pekerja nasional.
Dukungan tersebut diwujudkan melalui deklarasi yang berlangsung di Istora Senayan, Jakarta. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, selama lebih dari 4 tahun memimpin Indonesia.Â
BACA JUGA
Jokowi dinilai telah menunjukan kinerja yang memuaskan. Salah satunya soal penyerapan tenaga kerja dan mengatasi masalah pengangguran.
"Ya kalau lihat datanya BPS kan (pengangguran) menurun, untuk sektor tenaga kerja kan tantangannya besar," ujar dia di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Menurut dia, salah satu faktor yang membuat penyerapan tenaga kerja meningkat karena keputusan Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Meskipun keputusan ini dinilai tidak populis, khususnya bagi kalangan buruh.‎
"Pak Jokowi berani mengambil keputusan yang tidak populis dengan mengeluarkan PP 78/2015. Kalau untuk hitung-hitungan politik itu tidak populis, dia membatasi kenaikan (upah minimum provinsi/UMP). Tetapi dampaknya ke penyerapan tenaga kerjanya jadi besar. Orang jadi ada kepastian. Sekarang yang padat karya mulai berani investasi lagi," jelas dia.
Selan itu, dengan adanya PP ini memberikan kepastian bagi para investor. Sehingga para investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia yang berdampak pada peningkatan lapangan kerja di dalam negeri.
"Pak Jokowi berani melawan pandangan-pandangan yang populis tetapi demi kebaikan kita. Masa kita mau naikij gaji tanpa suatu parameter yang jelas. Kan semakin tinggi gajinya penyerapan tenaga kerjanya makin kecil. Itu yang terjadi sebelum Pak Jokowi mengambil keputusan (menerbitkan PP). Padahal yang namanya upah minimum kan jaring pengaman sosial, itu adalah upah terendah yang harus dibayar," tandas dia.
Advertisement