Liputan6.com, Jakarta - Maskapai Garuda Indonesia memastikan diri belum menentukan tarif atas dan bawah, jelang memasuki Ramadan dan Lebaran 2019. Termasuk ekstra flight atau kursi tambahan pada puncak libur nanti.
Direktur Niaga PT Garuda Indonesia Tbk, Pikri Ilham Kurniansyah menuturkan, untuk kursi tambahan dan slot terbang masih digodok di Kementerian Perhubungan (Kemenhub).Â
"Kami baru rapat di Kementerian Perhubungan kemarin, dan itu belum final. Nanti, Senin pekan depan baru finalisasi soal keduanya," tutur Pikri, di Kantor Garuda Indonesia, Komplek Perkantoran Bandara Internasional Soekarno Hatta, Rabu (24/4/2019).
Advertisement
Maskapai, lanjut Pikri, enggan terburu-buru dan cenderung asal untuk meminta jatah ekstra flight dan penambahan kursi penumpang. Sebab, khawatir slot tidak terpakai malah akan mengurangi jatah maskapai di kementerian Perhubungan.Â
"Lalu mempengaruhi Ontime Performance atau OTP yang menurun. Makanya, masih digodok," kata dia.Â
Meski begitu, lanjut Pikri, Garuda Indonesia bakal memberikan harga atau tarif tiket yang sesuai dengan ketentuan pemerintah. Termasuk di dalamnya batas atas dan bawah yang sudah ditentukan Kementerian Perhubungan.Â
Selain itu, memperhatikan kebutuhan masyarakat, misalnya masyarakat yang ingin berziarah ke daerah atau saat moment mudik nanti. Namun, pasti ada kuota atau memperhatikan permintaan ketika tarif sudah diluncurkan.Â
"Siapa cepat, itu yang terjadi. Tetap kami memperhatikan alokasi-alokasi tiket promo tetap dijalankan. Termasuk pada saat kebutuhan masyarakat meningkat," katanya. (Pramita Tristiawati)Â
Â
Â
* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Garuda Indonesia Untung
Maskapai pelat merah, Garuda Indonesia mengaku untung sekitar USD 20 juta pada saat low season pada Januari hingga Maret 2019.Â
"Ada pola baru yang kita lakukan pada low season tersebut, makanya bisa raih untung sekitar 20 juta dolar AS," ungkap Direktur Niaga Garuda Indonesia, Pikri Ilham Kurniasyah, di Kantor Garuda Indonesia, Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Rabu (24/4/2019).
Pola yang dilakukan adalah mengubah ritme maskapai, yang awalnya menerapkan mahzab lama di dunia penerbangan, yakni 'semakin tinggi di udara maka cost yang dikeluarkan menurun'.
Pikri mengaku, Garuda Indonesia tidak menggunakannya, melainkan mengoperasikan pesawat sesuai dengan permintaan penumpang.Â
Misalnya, lanjut Pikri mencontohkan, pada saat low season minat menuju Surabaya hanya 10 penerbangan, dari season sebelumnya 30 penerbangan. Maka lakukan 10 kali saja, jangan paksakan untuk terus mengudara.Â
Hal ini juga dilakukan untuk menghemat penggunaan bahan bakar. Sebab pada periode Januari hingga Maret lalu, harga bahan bakar dunia tengah naik 11 persen, tapi di saat yang sama, Garuda Indonesia mengklaim bisa hemat hingga 20 persen.Â
"Intinya, jangan paksakan terbang terus menerus, melihat atau menyesuaikan dengan permintaan konsumen," ujar Pikri.Â
Dengan pola tersebut, Pikri mengaku Garuda Indonesia bisa mengantongi 20 juta dollar. Dari sebelumnya selama lima tahun berturut-turut, merugi sekitar 90 juta dollar selama low season tersebut.Â
"Jika dibandingkan dengan periode Januari - Maret sebelumnya yang kita rugi sekitar 90 juta dolar AS, tahun ini untung 20 juta dollar," kata Pikri.Â
Â
Advertisement
Diikuti Kenaikan Tipis Seat Load Factor
Ternyata, keuntungan tersebut dibarengi dengan kenaikan tingkat keterisian penumpang atau Seat Load Factor (SLF) diperiode yang diumpamakannya sebagai 'kuburan terdalam maskapai'. Meski tipis, Garuda Indonesia bangga dengan angka yang naik 3.4 persen dari periode sama di tahun sebelumnya.Â
"Harga memang naik, tapi SLF kita malah tumbuh 3.4 persen. Dari sebelumnya (keterisian penumpang) 70 persen ke angka sekitar 73 persen," kata Pikri.Â
Catatan ini, lanjut Pikri, terbilang menggembirakan. Selain memang dipengaruhi dari potongan harga tiket yang dilakukan Garuda Indonesia, Pikri menganggap, nilai beli masyarakat masih tinggi. (Pramita Tristiawati)Â
Â