Ekonomi Hanya Tumbuh 5 Persen, Indef Minta Tak Salahkan Perang Dagang

Faktor internal di dalam negeri lebih berperan terhadap pertumbuhan ekonomi negara dibanding faktor eksternal seperti tendensi perang dagang.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 08 Mei 2019, 20:10 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2019, 20:10 WIB
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi 2
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa waktu terakhir yang masih tertahan di level 5 persen.

Seperti diketahui, perekonomian negara pada kuartal I 2019 tumbuh sebesar 5,07 persen, atau meningkat dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,06 persen.

Enny menilai, itu bukanlah pencapaian yang baik lantaran pertumbuhannya masih lebih kecil dari kuartal IV 2018 yang sebesar 5,18 persen.

"Bukan persoalan 5,07 yang menjadi concern kami. Tetapi kalau lihat semua indikator pertumbuhan, kualitas pertumbuhan kita betul-betul memburuk," keluh dia di Jakarta, Rabu (8/5/2019).

Dia pun menyatakan, faktor internal di dalam negeri lebih berperan terhadap pertumbuhan ekonomi negara dibanding faktor eksternal seperti tendensi perang dagang.

"Jadi, ini tidak hanya lampu kuning. Selalu pemerintah mengkambinghitamkan sektor global. Sektor eksternal hanya 20 persen. Sumber utama pertumbuhan ada di dalam negeri," tegas dia.

"Dampak dari perang dagang itu justru aliran investasi lari ke emerging market. Kalau kemarin yang banyak disoroti adalah penurunan di Singapura dan Jepang, tapi negara tetangga kita yang tumbuh seperti Thailand dan Vietnam justru enggak disoroti," kecam dia.

Oleh karenanya, ia pun mengimbau pemerintah untuk bisa memanfaatkan momen perang dagang, dimana banyak investasi yang bertebaran di negara-negara berkembang.

"Indonesia, basis pertumbuhannya itu di sumber daya. Artinya, ketika kita hanya di 5 persen, jangan lagi-lagi mengkambinghitamkan eksternal. Sumber dalam negeri yang harus disoroti," pungkas dia.

 


INDEF: Target Pertumbuhan Ekonomi RI 5,3 Persen Sulit Tercapai di 2019

Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2019 yang sebesar 5,07 persen, meningkat dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,06 persen.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai itu bukan pencapaian yang baik, lantaran lebih rendah dari kuartal IV 2018 yang sebesar 5,18 persen.

"Dengan capaian pertumbuhan ekonomi kuartal I yang berada di bawah ekspektasi, akan semakin tidak mudah bagi pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sesuai asumsi makro APBN 2019 sebesar 5,3 persen," ungkapnya di Jakarta, Rabu (8/5/2019).

Dia mengatakan, diperlukan berbagai upaya terobosan kebijakan agar akselerasi perekonomian di sisa tiga triwulan ke depan dapat terealisasi sesuai target. Peningkatan yang hanya 5,07 persen menurutnya merupakan bukti bahwa pertumbuhan ekonomi negara tertahan.

Beberapa sektor sepanjang kuartal pertama tahun ini disebutnya mengalami penurunan kinerja pertumbuhan, semisal sektor pertanian."Sektor pertanian turun drastis, bahkan lebih buruk dari sebelumnya, khususnya tanaman pangan dan harga gabah," jelas Tauhid.

Berdasarkan catatan BPS, sektor pertanian pada kuartal I 2019 memang tumbuh melambat di angka 1,81 persen, dimana tanaman pangan mengalami kontraksi 5,94 persen.

Selain itu, Tauhid melanjutkan, sektor industri pengolahan juga terdapat kecenderungan beberapa subsektor mengalami tekanan, seperti batubara dan pengilangan migas, industri kulit, industri kayu, industri karet, barang galian bukan logam, elektronik, dan alat angkutan.

Di sisi lain, sektor transportasi pun melemah, terutama akibat turunnya kinerja transportasi udara. Sementara sektor konstruksi turun terutama karena belanja pemerintah untuk infrastruktur belum banyak dimulai pada awal tahun.

Menyikapi situasi ini, Tauhid memperkirakan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen yang dicanangkan pemerintah sulit untuk digapai. "Maksimal sekali di Kuartal II kita simulasi tidak akan beranjak dari 5,27 persen. Jika itu tidak tercapai, otomatis target 5,3 persen sulit tercapai, jadi harus lebih realistis," pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya