Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun ini bisa lebih baik jika dibandingkan tahun 2018. Selain kondisi global yang diperkirakan lebih stabil, ketahanan ekonomi Indonesia terus membaik.
Untuk itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tidak harus bergantung pada sektor konsumsi, namun dengan menggenjot sektor investasi.
Baca Juga
"Dalam teori ekonomi makro, investasi menjadi faktor akselerasi pertumbuhan ekonomi. Karena itu lima tahun ke depan, fokus pemerintahan adalah meningkatkan pertumbuhan investasi," kata Bambang dalam keterangannya, Jumat (17/5/2019).
Advertisement
Dia mengatakan, pemerintahan dalam lima tahun ke depan menargetkan pertumbuhan investasi Indonesia sebesar tujuh persen. Karena itu akan digalakkan gerakan sadar investasi.
Selain itu pemerintah akan menggalakan investasi dalam industri pengolahan dan jasa dengan nilai tambah tinggi.
"Pemerintah ke depan juga akan melakukan perbaikan iklim investasi termasuk perbaikan sistem tenaga kerja. Lalu menggalakan industrialisasi berbasis Sumber Daya Alam," ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan satu-satu jalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 7 persen adalah melalui investasi dalam dan luar negeri.
Dia menilai untuk mencapai hal tersebut, dirinya mendorong agar tim ekonomi Presiden Joko Widodo dalam lima tahun kedepan harus dirombak.
"Saya berharap ada perombakan besar-besaran tim ekonomi Presiden Jokowi jilid kedua. Karena cita-cita Jokowi sangat tinggi, misalnya sebelum Pemilu usai, beliau sudah wacanakan pemindahan ibu kota dan mau membawa Indonesia menjadi negara maju," katanya.
Dia menilai tim ekonomi Presiden Jokowi kedepan secara rill harus mengerti pro-pasar, yaitu bagaimana regulasi bisa berjalan dan mewujudkan cita-cita Presiden.
BI Akui Ekonomi RI Tumbuh Tak Sesuai Prediksi
Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari prediksi. Ekonomi Indonesia pada triwulan I 2019 tumbuh hanya 5,07 persen (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 5,18 persen (yoy), meskipun meningkat dibandingkan triwulan I-2018 sebesar 5,06 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan rendahnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut dipengaruhi kondisi ekonomi global yang menurun.
"Menurunnya pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas yang lebih rendah telah berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekspor Indonesia, yang kemudian berpengaruh pada konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan yang melambat," kata dia di kantornya, Kamis (16/5/2019).
Selain itu, berlangsungnya pemilihan umum (pemilu) 2019 ternyata tidak memberi dampak yang amat signifikan terhadap angka pertumbuhan ekonomi.
"Pengaruh belanja terkait kegiatan Pemilu 2019 terhadap konsumsi lebih rendah dari prakiraan," ungkapnya.
Namun demikian, dia berujar, secara spasial perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional terutama dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan di Jawa, Kalimantan, dan Papua, sedangkan kawasan lain meningkat.
"Ke depan, upaya untuk mendorong permintaan domestik dari sisi investasi khususnya swasta perlu ditingkatkan untuk memitigasi dampak negatif dari belum pulihnya kinerja ekspor akibat perlambatan ekonomi dunia," ujarnya.
Secara keseluruhan, dia menyatakan Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4 persen.
"Bank Indonesia akan menempuh bauran kebijakan dengan Pemerintah, dan otoritas terkait guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber; Merdeka.com
Advertisement
Begini Kondisi Ekonomi Global Hasil Pantauan BI dalam Sebulan Terakhir
Bank Indonesia (BI) menilai pemulihan ekonomi global lebih rendah dari prediksi di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang kembali meningkat. Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS), Eropa dan China juga masih melambat.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebutkan jika pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan menurun dipicu stimulus fiskal yang terbatas, pendapatan dan keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat, serta permasalahan struktur pasar tenaga kerja yang terus mengemuka.
"Perbaikan ekonomi Eropa diperkirakan lebih lambat akibat melemahnya ekspor," jelas dia di kantornya, Kamis (16/5/2019).
Selain itu, belum selesainya permasalahan di sektor keuangan, serta berlanjutnya tantangan struktural berupa aging population turut membuat ekonomi di Eropa kian melambat.
Selanjutnya, ekonomi China juga diperkirakan belum menguat, meskipun telah ditempuh stimulus fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastuktur.
Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh kepada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun.
"Kecuali harga minyak yang naik pada periode terakhir dipengaruhi faktor geopolitik," ujarnya.
Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan dunia yang meningkat dipengaruhi oleh eskalasi perang dagang AS dan China sehingga kembali memicu peralihan modal dari negara berkembang ke negara maju, meskipun respon kebijakan moneter global mulai melonggar.
"Kedua perkembangan ekonomi global yang kurang menguntungkan tersebut memberikan tantangan dalam upaya menjaga stabilitas eksternal baik untuk mendorong ekspor maupun menarik modal asing," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com