Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar buka suara terkait defisit neraca dagang sektor migas pada kuartal I 2019.
Dia menuturkan, peningkatan impor migas terjadi karena naiknya impor BBM jenis Premium dan Pertamax, sementara impor minyak mentah turun.
"Pada bulan April ada kenaikan volume impor, iya. Tapi tidak dengan crued oil (minyak mentah). Crued oil kita impor turun," kata dia saat ditemui, di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Naiknya impor BBM dilakukan karena ada peningkatan kebutuhan jelang Lebaran. "Kalau kita lihat fenomena ini untuk ketahanan stok lebaran dan naiknya harga minyak yang di luar kendali kita, maka naiklah defisit neraca perdagangan," ujar dia.
Adanya perubahan perilaku masyarakat yang lebih memilih mudik lewat jalur darat, kata Archandra, kemudian mendorong naiknya kebutuhan BBM. Kebutuhan tersebut dipenuhi lewat impor.
"Ada perilaku konsumen yang beralih dari udara ke jalan tol. Apalagi pada bulan Ramadan dan bulan puasa nanti diperkirakan banyak pemudik yang menggunakan jalan tol, makanya stoknya kita lebihkan. Karena harus dilebihkan maka volume impornya (naik)," ungkap Archandra.
Nilai impor kemudian membengkak karena adanya kenaikan harga minyak dunia. "Selain volume naik, harga crued atau BBM naik sehingga menghasilkan impor yang nilainya lebih tinggi. Kalau crued naik, BBM itu biasanya mengikuti crued (oil)."
Archandra mengatakan, pihaknya prediksi, impor BBM turun pada Juni seiring dengan berakhirnya periode Lebaran.
"Kita berharap pada bulan depan ada kemungkinan, ada harapan turun. Volumenya ya. Kalau harga tidak bisa kita prediksi. BBM ada kemungkinan setelah Lebaran. Juni mungkin turun sedikit," ujar dia.
"Solar kita tidak ada impor sampai bulan ini. Menggunakan semua produksi kilang Pertamina untuk digunakan di dalam negeri. Maka impor solarnya makin lama, makin mengecil," tandas Archandra.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Realisasi Neraca Perdagangan Migas
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat selisih defisit USD 2,76 miliar pada realisasi neraca perdagangan migas di April 2019. Hal itu terjadi karena nilai impornya lebih besar daripada ekspor.Â
Defisit neraca dagang migas sebesar USD 2,76 miliar tercatat sepanjang Januari-April 2019. Di mana ekspor migasnya sebesar USD 4,22 miliar dan impornya USD 6,99 miliar.
Â
Advertisement
Neraca Perdagangan April Defisit USD 2,5 Miliar
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 sebesar USD 2,50 miliar. Defisit dipicu defisit sektor migas dan non migas masing masing sebesar USD 1,49 miliar dan USD 1,01 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit pada April tersebut merupakan terbesar sejak Juli 2013. Defisit yang hampir sama pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar USD 2,33 miliar.
"Menurut data kami, yang sekarang ada, itu terbesar di Juli 2013 sekitar USD 2,33 miliar. Lalu April ini, sebesar USD 2,50 miliar," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2019.
Adapun pada April ekspor Indonesia naik sebesar 10,8 persen menjadi USD 12,6 miliar sedangkan impor naik lebih tajam sekitar 12,25 persen menjadi USD 15,1 miliar jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Penyebab defisit neraca perdagangan tersebut utamanya, disebabkan oleh defisit migas sebesar 2,76 miliar. Sedangkan non migas mengalami surplus sebesar USD 0,2 miliar.
Â