Neraca Perdagangan April Defisit USD 2,5 Miliar, Terbesar Sejak 2013

Defisit neraca perdagangan dipicu defisit sektor migas dan non migas masing masing sebesar USD 1,49 miliar dan USD 1,01 miliar.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2019, 11:52 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 11:52 WIB
Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 sebesar USD 2,50 miliar. Defisit dipicu defisit sektor migas dan non migas masing masing sebesar USD 1,49 miliar dan USD 1,01 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit pada April tersebut merupakan terbesar sejak Juli 2013. Defisit yang hampir sama pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar USD 2,33 miliar.

"Menurut data kami, yang sekarang ada, itu terbesar di Juli 2013 sekitar USD 2,33 miliar. Lalu April ini, sebesar USD 2,50 miliar," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Adapun pada April ekspor Indonesia naik sebesar 10,8 persen menjadi USD 12,6 miliar sedangkan impor naik lebih tajam sekitar 12,25 persen menjadi USD 15,1 miliar jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Penyebab defisit neraca perdagangan tersebut utamanya, disebabkan oleh defisit migas sebesar 2,76 miliar. Sedangkan non migas mengalami surplus sebesar USD 0,2 miliar.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Prediksi Sebelumnya

Aktivitas di JICT
Aktivitas di JICT, Jumat (15/3). Menko Perekonomian Darmin Nasution, mengisyaratkan kekhawatirannya terhadap kinerja impor yang kendur pada Februari 2019, meskipun hal ini membuat neraca perdagangan RI surplus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Neraca perdagangan April 2019 diperkirakan alami defisit USD 376 juta dibandingkan dua bulan sebelumnya yang mencatatkan surplus dengan total USD 870 juta.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, defisit neraca perdagangan April dipicu naiknya laju impor bulanan yang diperkirakan tumbuh 4,5 persen month to month (MoM). Sedangkan ekspor  susut 2,2 persen MoM.

Laju ekspor pada April diperkirakan tercatat 5,68 persen year on year (YoY) sedangkan laju impor diperkirakan tercatat -12,83 persen YoY.

"Impor agak naik MoM karena permintaan jelang Lebaran meningkat terutama barang konsumsi. Sedangkan barang modal dan bahan baku melandai, investasi pada kuartal II tidak terlalu tinggi dilihat dari penjualan semen turun pada April," ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (15/5/2018).

Ia menuturkan, laju penjualan dan konsumsi semen masing-masing terkontraksi -6,7 persen YoY dan -8,7 persen YoY pada April.

Sedangkan ekspor April tertahan oleh tren penurunan volume permintaan ekspor dari mitra dagang utama terindikasi dari penurunan indeks PMI manufaktur dari China dan India.

Selain itu dipengaruhi oleh tren penurunan harga komoditas ekspor seperti batu bara yang secara rata-rata turun -12 persen MoM meskipun diimbangi dengan kenaikan harga CPO yang secara rata-rata naik lima persen MoM pada bulan lalu.

 

Indonesisa Alami Neraca Dagang Surplus USD 540 Juta pada Maret 2019

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta pada Maret 2019.

Surplus ini berasal dari ekspor sebesar USD 14,03 miliar dan impor sebesar USD 13,49 miliar. 

"Neraca perdagangan surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin, 15 April 2019.

Suhariyanto mengatakan, surplus  ini berasal dari sektor nonmigas. Sementara sektor migas Indonesia mesih menyumbang defisit.

"Surplus sebagian besar didukung oleh ekspor non migas, sedangkan migas masih defisit," ujar dia. 

Dari sisi impor, Indonesia pada Maret 2019 mencatatkan impor sebesar USD 13,49 miliar. Angka ini naik jika dibandingkan dengan Februari 2019 sebesar USD 10,31 miliar.

"Meski demikian, posisi impor pada Maret ini mengalami penurunan jika dibandingkan secara year on year yaitu pada Maret 2018 sebesar 6,67 persen," tutur dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya