Ada Perang Dagang, Sektor Usaha Ini Berpotensi Tumbuh

Ketua OJK, Wimboh Santoso menuturkan, Indonesia perlu melihat dan mengidentifikasi peluang-peluang yang dapat diambil dari eskalasi perang dagang.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2019, 18:00 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengungkapkan, ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok bukan hal yang perlu dikhawatirkan. Sebab ada banyak peluang yang dapat diambil oleh Indonesia.

"Kita tidak takut apa yang dilakukan Mr. Trump, perang dagang dengan China, itu adalah default given, silahkan. Tapi kita bagaimana bisa memanfaatkan momentum ini bagi kita," ungkapnya saat ditemui di sela-sela acara Silaturahmi Idul Fitri 1440 H BI dan OJK di Kompleks BI, Jakarta, Senin (10/6/2019).

Yang perlu dilakukan Indonesia saat ini, lanjut Wimboh, yakni melihat dan mengidentifikasi peluang-peluang yang dapat diambil dari eskalasi perang dagang.

"Otomatis demand dunia ada, penduduk dunia pasti perlu apapun yang telah diproduksi oleh China. Bagaimana kita memanfaatkan momentum itu. Kalau tidak beli dari China ya beli saja dari Indonesia. Tinggal bagaimana competitiveness kita, bisa membuat barang-barang ekspor kita itu me-replace demand-demand di dunia ini," ujar dia.

"Sehingga kita di dalam negeri harus betul-betul berupaya keras memanfaatkan momentum ini. Jangan dianggap nanti dunia turun ekonominya sehingga berimbas, itu justru harus kita balik. Bagaimana demand dunia bisa kita manfaatkan. Kita harus restrukturisasi ekonomi kita," imbuhnya.

Dia mengungkapkan, sejumlah sektor yang berpotensi tumbuh dengan ada perang dagang. Beberapa sektor yang disebut Wimboh, antara lain, pariwisata, perikanan, dan manufaktur.

"Mining, Freeport dua tahun lagi berproduksi dan bagaimana nanti kita olah. Sehingga nanti smelter jalan, bagaimana refinery, harus kita buat secepatnya sehingga kita tidak sangat tergantung pada bahan bakar minyak impor. Bagaimana nanti B20 kita percepat, kendalanya apa," kata Wimboh.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pentingnya Kerja Sama

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya kerja sama antara semua pihak, baik itu pemerintah maupun dunia usaha. OJK sebagai pemegang otoritas jasa keuangan, tegas Wimboh akan senantiasa memberikan dukungan penuh.

"Kita mengajak seluruh lapisan, para pengusaha, industri jasa keuangan, jangan khawatir, ayo kita bersama-sama memakai momentum ini sehingga kita bisa memperluas tenaga kerja kita, memperluas export base kita, otomatis bisa memperluas tax base kita, pajak PPN akan besar, karena apa, karena aktifitas ekonomi menjadi besar," tegas dia.

"Pasar modal siap sedia, silahkan datang ke OJK dan akan kita buat supaya ini gegap gempita dan mendorong pertumbuhan ekonomi kita, memanfaatkan tenaga kerja, dan memperluas export base kita danntax base kita akan jadi lebih luas lagi," tandasnya.

Perang Dagang Bikin Pertumbuhan Ekspor Global Anjlok

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Iskandar Simorangkir mengatakan, dampak perang dagang mengakibatkan pertumbuhan ekspor negara-negara di dunia ikut menurun.

Kendati begitu, pasca melunaknya tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) terhadap dua mitra dagangnya yakni Kanada dan Meksiko diharapkan dapat menurunkan panasnya tensi perang dagang yang tinggi kedepanya terhadap China.

"Terkait global ekspor itu semua mengalami penurunan akibat (perang dagang). Untuk growth ekspor sendiri tampaknya baru Vietnam dan India saja yang masih belum turun," ujar dia di Gedung Kemenko, Senin, 10 Juni 2019. 

Dia melanjutkan, kelanjutan perang dagang AS-China ke depan akan ditentukan dari hasil pertumbuhan ekonomi AS kuartal II 2019.

"Kepastiannya itu setelah pertumbuhan triwulan kedua, kalau hasilnya pertumbuhan ekonomi AS menurun, itu pasti nggak akan berlangsung lama ketegangan AS-China. Tapi kalau turun, saya termasuk yakin enggak mungkin AS ngotot terus menerus perang dagang tensi tinggi seperti sekarang ini," kata dia.

Sementara itu, untuk Indonesia, pihaknya menilai pemerintah sebaiknya mengurangi impor terlebih dahulu untuk produk-produk berpengaruh langsung. Produk itu ialah barang belanja modal yang bisa diproduksi di dalam negeri.

"Karena impor kita kontraksinya lebih besar dari ekspor akibat perang dagang ini maka salah satu caranya ialah mengerem dulu impor yang tidak berpengaruh langsung dan bisa diproduksi dalam negeri," kata dia.

"Berpengaruh langsung itu misalnya barang-barang belanja modal, kalau mesin-mesin bagus tuh untuk investasi, ya jangan di rem. Bisa mengenerate lapangan pekerjaan, output baru dalam ekonomi," ia menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya