Cadangan Devisa RI Turun Jadi USD 120,3 Miliar pada Mei 2019

Posisi cadangan devisa ini turun USD 4 miliar dari posisi akhir April 2019 sebesar USD 124,3 miliar.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Jun 2019, 10:22 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2019, 10:22 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia (2)
Ilustrasi Bank Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia sebesar USD 120,3 miliar pada akhir Mei 2019. Posisi cadangan devisa ini turun USD 4 miliar dari posisi akhir April 2019 sebesar USD 124,3 miliar.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

"BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko, demikian kutip dari laman BI, Kamis (13/6/2019).

Penurunan cadangan devisa pada Mei 2019 tersebut terutama dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di BI sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas terkait siklus pembayaran dividen beberapa perusahaan asing dan menjelang libur panjang Lebaran.

"Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilistas dan prospek ekonomi yang tetap baik,” kata Onny.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Cadangan Devisa April 2019

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2019 sebesar USD 124,3 miliar, turun tipis dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2019 sebesar USD 124,5 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam keterangan tertulis, Rabu, 8 Mei 2019.

Ia melanjutkan, BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Posisi cadangan devisa pada April 2019 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa, penerimaan valas lainnya, dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik.

Kenaikan Utang Luar Negeri Swasta

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) optimistis ekonomi Indonesia akan lebih baik di tahun 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, BI memperkirakan utang luar negeri swasta masih akan mengalami peningkatan dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini didorong oleh ekspansi yang dilakukan oleh korporasi di dalam negeri sehingga membutuhkan dana dalam jumlah besar.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Retno Ponco Windarti mengatakan, dana pihak ketiga (DPK) perbankan dalam negeri yang tumbuh tipis membuat pihak swasta mencari alternatif pendanaan untuk ekspansi bisnisnya. Salah satu alternatif tersebut yaitu melalui utang luar negeri.

"Bisa jadi peluang terhadap penggunaan sumber pendanaan luar negeri meningkat. Karena prospek ke depan masih baik," ujar dia di Kantor BI, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.

Namun demikian, Retno memastikan jika peningkatan utang luar negeri swasta ini masih relatif aman. Terlebih saat ini pihak swasta mulai melakukan kewajiban lindung nilai (hedging).

"Kemampuan bayar utang masih cukup. Risiko masih tetap terjaga. Kita butuh pendanaan sektor eksternal selama masih produktif dan masih dalam indikator aman. Rasanya tidak perlu ada kekhawatiran. Kita akan monitor perkembangannya," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya