Utang Indonesia Tembus Rp 4.571 Triliun di Mei 2019

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Indonesia pada akhir Mei 2019 sebesar Rp 4.571 triliun

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jun 2019, 15:45 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2019, 15:45 WIB
20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Indonesia pada akhir Mei 2019 sebesar Rp 4.571 triliun. Dengan demikian, rasio utang terhadap PDB pada periode yang sama adalah 29,72 persen.

"Posisi utang di bawah 30 persen atau 29,72 persen. Posisi utang terjaga aman," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Sri Mulyani mengatakan, Kemenkeu juga telah melakukan pembiayaan utang hingga 31 Mei 2019 sebesar Rp 159 triliun. Angka tersebut mencapai sekitar 44,43 persen dari target tahun ini sebesar Rp 359 triliun.

"Pembiayaan utang hingga Mei 2019 terealisasi sebesar Rp 159,6 triliun dan ini lebih rendah dari tahun lalu sebesar Rp 178,5 triliun. Growthnya 10,6 persen," jelasnya.

Mengutip data APBN Kita, realisasi Surat Berharga Negara (SBN) hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp 186,04 triliun atau 47,83 persen dari target yang ditetapkan pada APBN 2019. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan realisasi SBN periode Mei tahun 2018 yang mencapai Rp 187,90 triliun.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Realisasi Pinjaman Neto

Merencanakan Dana Pendidikan Anak Semudah Menggenggam Smartphone
Ilustrasi mengatur keuangan.

Sementara realisasi pinjaman neto mencapai negatif Rp 26,41 triliun atau 88,89 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2019 dengan rincian penarikan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 56,90 miliar dan pembayaran cicilan pokok sebesar Rp 421,7 miliar, serta penarikan pinjaman luar negeri mencapai Rp 11,27 triliun dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman sebesar Rp 37,32 triliun.

Untuk terus menunjang rencana proyek infrastruktur Pemerintah serta pembangunan sumber daya manusia Indonesia, diperlukan dana yang cukup besar yang tidak dapat sepenuhnya digantungkan pada pendapatan negara karena pendapatan negara belum cukup menutupi pengeluaran Pemerintah.

Di sisi lain, pembangunan infrastruktur serta pembangunan sumber daya manusia merupakan kegiatan yang tidak dapat ditunda lagi demi mendukung daya saing Ilndonesia di kancah internasional.

Pembiayaan baik berupa penerbitan SBN maupun berupa pinjaman dari dalam dan luar negeri menjadi salah satu sarana Pemerintah untuk membiayai kegiatan pembangunan. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah memegang teguh prinsip kehatihatian dan akuntabilitas pengelolaan utang dengan menjadikan pinjaman dalam negeri sebagai fokus utama Pemerintah beberapa tahun terakhir.

"Pemerintah benar-benar memperhitungkan bahwa setiap rupiah utang yang dilakukan harus dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan yang sifatnya produktif dan investasi dalam jangka panjang yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya agar tidak menimbulkan biaya yang lebih besar di masa depan," pungkas Sri Mulyani.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Sri Mulyani: Utang Pemerintah untuk Belanja Produktif

Rapat Kerja
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Gubernur BI Perry Warjiyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019). Raker tersebut membahas mengenai asumsi dasar makro dalam RAPBN 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, jumlah utangIndonesia menurun pada 2019 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski utang menurun, tetapi belanja produktif pemerintah terus naik.

"Jumlah utang di tahun 2019 ini berkurang dari tahun sebelumnya, tetapi hampir semua belanja produktif kita naik," ujar Sri Mulyani saat memberi keterangan dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6/2019).

Utang merupakan instrumen pembiayaan yang dapat bermanfaat dan berisiko tergantung cara pengelolaannya. Oleh karena itu, pengelolaan utang dengan baik menjadi hal penting yang tidak boleh diabaikan.

"Utang dapat menjadi instrumen fiskal yang bermanfaat atau berisiko, tergantung pada sumber dan pemanfaatannya. Oleh sebab itu, pengelolaan utang ini menjadi hal yang penting," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, Kementerian Keuangan selalu berhati-hati dalam pengelolaan utang. Pihaknya juga mengupayakan agar keterlibatan valas dalam utang terus mengecil.

"Kami sangat hati-hati dalam mengelola utang. Kami juga mengupayakan agar risiko valas bisa menurun, saat ini risiko valas sudah berada di bawah 40 persen, sedangkan utang jatuh tempo kita juga stabil dalam 3 tahun belakangan ini," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya