Kemarau Ekstrem, 9.940 Hektare Sawah di Pulau Jawa Gagal Panen

Kemarau ekstrem ini akan berdampak kepada varietas yang tidak toleran terhadap kekeringan seperti Ciherang, IR 64 dan Mekongga.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2019, 13:45 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2019, 13:45 WIB
Area pesawahan di wilayah Wanaraja Garut, nampak mulai mengalami kekeringan akibat kemarau panjang tahun ini
Area pesawahan di wilayah Wanaraja Garut, nampak mulai mengalami kekeringan akibat kemarau panjang tahun ini (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta - Informasi peringatan dini BMKG menyatakan tahun ini berpotensi kemarau ekstrem sampai dengan bulan September, dan puncaknya terjadi pada bulan Agustus. Wilayah yang terancam terdampak kekeringan terutama di Pulau Jawa, Bali, NTB dan NTT. 

Menurut petugas Pengamat OPT di lapangan, secara umum kemarau ekstrem ini akan berdampak kepada varietas yang tidak toleran terhadap kekeringan seperti Ciherang, IR 64 dan Mekongga. Sementara untuk varietas seperti Situbagendit relatif aman dari dampak kekeringan.

Minimnya penampung air di sekitar lahan pertanaman juga menyebabkan air tidak tertampung optimal pada saat curah hujan tinggi sehingga tidak dapat dimanfaatkan saat musim kemarau.

Merespons hal tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) melaksanakan rapat koordinasi lintas sektoral dengan Dinas Pertanian Kabupaten, Dinas PU Kabupaten serta Kodim di wilayah terdampak kekeringan guna melakukan mitigasi dan adaptasi kekeringan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, berbeda dari waktu sebelumnya, kali ini pihaknya tidak saja memerhatikan daerah yang mengalami kekeringan, melainkan juga daerah yang berpotensi terdampak kekeringan.

"Kalau selama ini kekeringan ini yang dipelototi hanya daerah kekeringan saja kali ini ada dua kata kunci yang kita perkenalkan yang namanya mitigasi, artinya mengurangi risiko daerah yang terdampak kekeringan terutama yang curah hujannya kurang," kata dia, di Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (8/7/2019).

"Tapi ada juga adaptasi kekeringan jadi di daerah rawa yang airnya justru surut ini untuk membuat surplusnya makin besar," imbuhnya.

Dia pun berharap tiap-tiap daerah menentukan Rencana aksi setiap kabupaten/kecamatan sehingga semua unsur terkait bisa langsung aksi operasional di lapangan untuk penanganan pertanaman terdampak kekeringan baik yang sudah puso dan yang belum puso maupun pengamanan standing crop.

"Jadi siang ini kami harapkan workshop per kabupaten, sudah keluar Rencana tindak lanjut jadi bukan seperti pasar malam, pertemuan, arahan langsung pulang. kami ingin membuat rencana tindak lanjut mitigasi kekeringan di tiap kabupaten dengan point of action-nya," tegas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

30 Hari Tak Turun Hujan

Area pesawahan di wilayah Wanaraja Garut, nampak mulai mengalami kekeringan akibat kemarau panjang tahun ini
Area pesawahan di wilayah Wanaraja Garut, nampak mulai mengalami kekeringan akibat kemarau panjang tahun ini (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Sarwo Edhy Wibowo mengatakan, berdasarkan data BMKG diketahui bahwa sudah 30 hari lebih Pulau Jawa dan Nusa Tenggara tak dituruni hujan.

Dari tiga pulau tersebut, lanjut dia, terdapat 100 kabupaten dan kota yang terdampak kekeringan dengan luas lahan 102.654 hektar (ha). Kemudian, juga terdapat 9.940 hektare sawah yang puso atau gagal panen di Pulau Jawa.

"Terdapat lebih kurang 100 kabupaten dan kota dengan total luasan 102.654 hektare dan puso 9.940 hektare," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya