Dubes Brasil Cerita Proses Pindah Ibu Kota dari Rio de Janiero ke Brasilia

Setidaknya ada dua manfaat yang didapatkan saat pemerintah Brasil memindahkan ibu kota.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jul 2019, 13:45 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2019, 13:45 WIB
brasilia
Kota Brasilia, ibu kota Brasil. (world-population-review)

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Brazil untuk Indonesia, Rubem Barbosa menyatakan bahwa pemindahan ibu kota negara memiliki banyak manfaat yang nyata. Bagi Brazil sendiri, setidaknya ada dua manfaat yang didapatkan saat pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Rio de Janiero ke Brasilia.

"Manfaat pertama adalah pemerataan penduduk dan ekonomi," katanya dalam acara Forum Merdeka Barat di Kementerian Bappenas, Jakarta, Rabu (10/8/2019).

Kemudian manfaat kedua yang dirasakan Brazil selain dengan adanya pemerataan penduduk dan ekonomi, juga terjadi integrasi wilayah yang lebih baik.

"Mungkin pembangunan Brasilia bukan satu-satunya faktor yang membuat itu terjadi, tapi dengan adanya Brasilia memainkan peran yang sangat besar karena terletak di tengah-tengah negara," katanya.

Rubem menambahkan saat ini Brasilia merupakan kota dengan pendapatan per kapita tertinggi di Brazil. Menurutnya itu sama sekali tidak direncanakan pada saat pemindahan ibu kota negara.

"Di Brasilia itu tidak direncanakan tapi itu menarik banyak pihak. Kamu punya pemerintahan punya rakyat yang tertarik untuk bekerja dan Brasilia memiliki daya tarik untuk bisnis itu. Intinya pemerintahan menarik minat banyak sekali orang," ungkapnya.

Lebih lanjut Rubem menjelaskan ide utama membangun Brasilia sebagai ibu kota negara baru adalah tidak hanya karena Rio de Janiero berkembang terlalu cepat sehingga tidak bisa mengakomodasi pemerintahan lagi, seperti Jakarta, tapi juga keharusan bagi pemerintah untuk pemerataan populasi dalam kaitannya dengan memaksimalkan wilayah yang dimiliki negara.

"Berbeda dengan Indonesia, waktu itu kami harus membangun Brasilia dari awal, sekitar 1.200 km dari Rio di mana tidak ada apa-apa di sana pada waktu itu, tidak ada jalan, tidak ada rel kereta, benar-benar operasi besar-besaran yang membutuhkan waktu sekitar 3,5 tahun. Awalnya untuk mengakomodasi 1 juta penduduk, tapi sekarang sudah 3,3 juta penduduk," terangnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerintah Indonesia Sosialisasikan Pemindahan Ibu Kota di London

Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara
Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan terkait rencana pemindahan ibu kota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintahan Presiden Jokowi kembali membuka wacana pemindahan ibu kota negara karena kondisi lingkungan Jakarta yang semakin menurun. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyampaikan rencana pemindahan ibu kota di London, Inggris. Ini ia sampaikan ketika bertemu perwakilan firma global seperti HSBC, ARUP, KPMG, Linklaters, dan Asia House.

Di depan para perencana, desainer, insinyur, arsitek, dan konsultan teknik, Menteri Bambang pun mengungkit dampak positif pemindahan ibu kota. Tujuannya adalah demi mewujudkan Indonesia-sentris. 

"Rencana pemindahan Ibu Kota Negara juga menjadi fokus pembangunan kami ke depan, dengan harapan pemindahan tersebut dapat tidak hanya memicu pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mewujudkan Indonesia-sentris dan mendorong pemerataan," ujar Menteri Bambang dalam keterangan resminya, Kamis (4/7/2019).

Masalah investasi infrastruktur di Indonesia juga menjadi bahasan utama dalam pertemuan agar menjadi pendorong ekonomi dan mengantar Indonesia menjadi ekonomi terbesar kelima dunia pada tahun 2045 mendatang.

Menurut Asian Development Bank (ADB), total investasi yang dibutuhkan Asia adalah USD 1,34 triliun untuk periode 2016-2013. Indonesia merupakan salah satu dari 25 negara yang paling butuh investasi infrastruktur.

Selain pemindahan ibu kota, kondisi lain yang disorot di Indonesia adalah kebutuhan infrastruktur atau infrastructure gap (selisih infrastruktur) sebesar Rp 20,25 triliun pada periode 2005-2015. Investasi infrasttukrtur pun digencarkan agar kebutuhan dasar seperti akses air bersih dan sanitasi bisa mencapai 100 persen pada tahun 2024.

"Untuk itu, pemerintah terus mendorong investasi infrastruktur agar semakin tumbuh, terutama melalui skema pendanaan alternatif seperti Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA)," ujar Menteri Bambang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya