Temukan Proyek Janggal, Komisaris Krakatau Steel Mundur

Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Roy Maningkas mundur dari jabatannya.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Jul 2019, 13:31 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2019, 13:31 WIB
Komisaris independen PT Krakatau Steel (Persero) Roy Maningkas mundur dari jabatannya.
Komisaris independen PT Krakatau Steel (Persero) Roy Maningkas mundur dari jabatannya.

Liputan6.com, Jakarta Komisaris Independen PT Krakatu Steel (Persero) Roy Maningkas mundur dari jabatannya. Roy mengatakan, surat permohonan pengunduran diri diajukan ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham sejak 11 Juli 2019.

Keputusan ini dilatarbelakangi oleh pengoperasian proyek Blast Furnace yang pembangunannya sejak 2011. Proyek ini dikatakannya ada pembengkakan investasi akibat keterlambatan penyelesaian proyek dari yang sebelumnya Rp 7 triliun menjadi Rp 10 triliun.

‎"Sebenarnya sejak 11 Juli 2019, permohonan pengunduran diri saya dari PT Krakatau Steel sebagai Komisaris Independen bukanlah untuk konsumsi publik," kata Roy, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Roy melanjutkan, dalam pengoperasian fasilitas tersebut ada sejumlah hal ‎yang janggal. Pertama adalah waktu uji coba yang seharusnya enam bulan dipangkas menjadi dua bulan. Hal ini untuk menghindari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kedua, ketersediaan bahan baku proyek Ktrakatau Steel yang belum pasti.

Dia melanjutkan, masalah berikutnya adalah biaya pokok produksi slab dari fasilitas tersebut lebih mahal USD 82 per ton dibanding harga pasar. Jikan diproduksi 1,1 juta ton pertahun, maka potensi kerugian Krakatau Steel sekitar Rp 1,2 triliun per tahun.

"Ini proyek maju kena mudur kena. Diterusin rugi Rp 1,2 juta per tahunya. Nggak diterusin Rp 10 triliun hilang. Ini kepentingan siapa? dipaksakan berproduksi ini kepentingan siapa?," tuturnya.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Diminta Teruskan Masa Jabatan

Krakatau Steel
(Foto: Krakatau Steel)

Pada 15 Juli 2019, Roy menghadap Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno. Dalam pertemuan tersebut, Roy diminta untuk melanjutkan masa jabatannya sampai periode jabatan habis pada April 2020.

Dirinya pun memastikan ada solusi untuk permasalahan Proyek Blast Furnance‎. Namun jawaban yang didapat pengoperasian fasilitas harus tetap berjalan, hal ini membuat keputusan mundur dari komisaris semakin bulat.

"Sampai tanggal 15 ada upaya perbaikan tapi 2-3 hari saya tau pengetesan hanya akan dilakukan dua bulan. Itu saya pert‎anyakan sebelumnya, tapi cofirm dilakukan 2 bulan itu membuat saya gelisah karena nggak mungkin tes 2 bulan," tuturnya.

Akhirnya pengajuan pengunduran diri Roy pun dikabulkan Kementerian BUMN, Harry memberikan informasi tersebut melalui aplikasi pesan singkat. Dia pun menyayangkan hal tersebut, sebab seharusnya dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

"Saya dijawab pakai WA (Whatsup), resmi berhenti 30 hari sejak saya sampaikan berati resmi 11 Agustus, saya nggak ngerti ini kan Tbk harusnya pengesehan di RUPS. Kalau saya si bebas saja," tandasnya.

Restrukturiasi Utang Krakatau Steel Jadi yang Terbesar Sepanjang Sejarah BUMN

Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim. (Liputan6.com/JohanTallo)
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim. (Liputan6.com/JohanTallo)

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk saat ini tengah melakukan efisiensi demi memangkas kerugian yang sudah dideritanya lebih dari lima tahun. Berbagai upaya dilakukan mulai dari perampingan organisasi hingga restrukturisasi utang perusahaan.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkapkan ada beberapa hal yang ia minta kepada Menteri BUMN Rini Soemarno ketika awal memimpin KS. Salah satu yang utama adalah rencana restrukturisasi utang perusahaan.

Diceritakannya, ketika menangani KS, dirinya sempat dibuat kaget dengan kompleksnya masalah yang dialami perusahaan. Satu hal yang dirinya tidak habis fikir adalah utang perusahaan saat itu mencapai lebih dari Rp 35 triliun.

"Saat itu saya minta ke Bu Menteri (BUMN) restrukturiasi utang arena utang kita besar sekali, sekitar USD 2,6 miliar itu selutar Rp 35-40 triliun. Itu utangnya saja, bisa bayangkan bunganya berapa," kata Silmy kepada Liputan6.com, Minggu (21/7/2019).

Untuk meringankan beban peruashaan tersebut, Silmy mengaku melakukan efisiensi besar-besaran di perusahaan. Hanya saja ditegaskannya, efisiensi terseut dilakukan tanpa ada proses PHK. Sebagai pimpinan perusahaan, dia mengaku akan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan para karyawannya.

"Utang ini teralau besar. Mungkin ini adalah restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di Indonesia," tegas orang nomor satu di Krakatau Steel tersebut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya