Indef: Lebaran Tak Mampu Kerek Pertumbuhan Ekonomi

Selama 7 tahun terakhir, Lebaran dinilai tak optimal mengkerek pertumbuhan ekonomi

oleh Bawono Yadika diperbarui 07 Agu 2019, 20:45 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2019, 20:45 WIB
Target Pertumbuhan Ekonomi
Gedung bertingkat mendominasi kawasan ibu kota Jakarta pada Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Direktur Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto mengatakan, momentum lebaran 2019 tak signifikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Eko menjelaskan, selama 7 tahun terakhir, Lebaran tak selalu dapat dioptimalkan untuk mengkerek pertumbuhan ekonomi. Hal ini bertentangan dengan pertanyaan pemerintah yang menyebutkan momentum Lebaran berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

"Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 justru melambat jika dibandingkan triwulan II-2018. Ini menggambarkan stimulasi musiman hari raya semakin terbatas dalam mendorong perekonomian," tuturnya Rabu (7/8/2019).

Selain itu, lanjut Eko, meski konsumsi rumah tangga tercatat naik, faktanya laju investasi masih terbilang melempem.

"Pertumbuhan investasi turun jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Gimana mau dongkrak pertumbuhan ekonomi kalau pertumbuhan investasinya dibawah pertumbuhan ekonomi nasional," paparnya.

Di sisi lain, menurut Eko, hajatan demokrasi Pilpres 2019 juga tercatat belum cukup menstimulasi ekonomi.

"Secara proporsi, masih sangat terbatas dampaknya bagi perekonomian secara keseluruhan," terang dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Entrepreneur Bakal Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi RI di 2045

Sri Mulyani, Yasonna Laoly, dan Bambang Brodjonegoro Rapat Kerja Bersama DPR
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menkumham Yasonna Laoly, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat rapat kerja dengan Banggar DPR, Jakarta, Selasa (4/9). (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan Indonesia akan menjadi negara maju dengan didukung banyaknya entrepreneur di bidang ekonomi kreatif.

Kata dia, potensi dari perkembangan ekonomi digital Indonesia akan menjadi katalisator atau roda penggerak pertumbuhan ekonomi di tahun 2045.

"Kami melihat tahun 2045 ekonomo digital bisa menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan kata lain, startup yang muncul saat ini baik yang sudah decacorn dan unicorn atau masih awal, akan menjadi masa depan entrepreneur Indonesia," tuturnya di Jakarta, Selasa (23/7/2019). 

Menteri Bambang tidak menampik, kreatifitas anak-anak muda Indonesia pada ekonomi digitalmemang sungguh luar biasa. Hal ini sangat berbeda dengan kontribusi pengusaha RI di masa-masa sebelumnya.

"Di masa lalu, calon enterprenuer lebih banyak dibidang perdagangan, ritel atau jasa seperti restoran tapi belakangan ini bahwa anak-anak muda ternyata kreatifitasnya sudah luar biasa," terangnya.

Dia pun menerangkan, ekonomi Indonesia di masa depan akan disokong oleh pengusaha atau entrepreneur pada sektor ekonomi kreatif.

"Indonesia hanya bisa jadi negara maju kalau semakin banyak jadi enterpreuner, bukan semakin banyak jadi PNS," kata dia.  

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2019 Sebesar 5,05 Persen

Investasi Meningkat, Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tumbuh 5,06 Persen
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 mencapai 5,06%.(Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data pertumbuhan ekonomiIndonesia pada kuartal II-2019 sebesar 5,05 persen (year on year/yoy). Realisasi ini lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2019 yang sebesar 5,07 persen yoy.

Juga lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2018 yang sebesar 5,27 persen yoy. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi sepanjang semester I-2019 tercatat sebesar 5,06 persen yoy.

"Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 meemang melambat bila dibandingkan kuaryal I 2019 dan jauh lebih melambat jika dibandingkan kuartal II 2018. Sehingga kita perlu membedah apa yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen di kuartal II-2019," ujar Kepala BPS Suharyanto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/8/2019).

Selain itu, BPS mencatat harga komoditas migas dan non migas di pasar internasional pada kuartal I 2019 secara umum mengalami kenaikan jika secara kuartal, namun mengalami penurunan jika secara tahunan (yoy). Hal ini tentu berpengaruh pada perekonomian Indonesia.

Salah satunya terjadi penurunan harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada kuartal II 2019 mengalami penurunan 6,12 persen dari kuartal II 2018. Kemudian batu bara mengalami penurunan harga 22,9 persen serta minyak kelapa sawit (CPO) turun 16,7 persen.

"Disisi lain, dari empat negara mitra dagang utama Indonesia, perekonomian keempatnya melambat yakni Singapura, China, dan Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang pada kuartal II 2019. Ini semua faktor yang pengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia," jelas dia.  

Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dipangkas, Ini Kata Sri Mulyani

Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Dok: am2018bali.go.id

Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah sepakat prognosis semester II-2019 dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan berada di angka 5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi ini pun melesat dari target awal sebesar 5,3 persen.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan penyesuian angka pertumbuhan ekonomi tersebut dilihat dari sisi permintaan dan produksi. Di mana dari sisi permintaan investasi dan konsumsi masih belum menunjukan hal positif.

"Sementara itu untuk ekspor selain dorong competitiveness ,suasana lingkungan global pasti akan terpengaruh," katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (22/7/2019).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, jika dilihat dari sisi permintaan tantangan masih cukup besar dari sisi eksternal. Sedangkan dari sisi produksi, kebijkan fiskal sektor produksi juga sudah mencapai output gap mendekati 0.

"Dan kita harus meningkatkan kapasitasnya semua berujung ada persoalan bagaimana meningkatkan investasi di Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap ke depan pemerintah secara bersama-sama dapat memperbaiki iklim investasi agar lebih baik. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun akan terdongkrak.

"Kita bekerja memperbaiki iklim investasi jadi baik dan sisi kualitas pertumbugan secara makro growth ciptakan employment. Segungga tingkat pengangguran akan turun dan kemiskinan menurun. Ini equality," pungkasnya 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya