Mulai 1 Oktober 2019 Iklan di Google Ads Kena PPN 10 Persen

Google Indonesia mengenakan PPN 10 persen untuk layanan iklan di Google Ads

oleh Bawono Yadika diperbarui 01 Sep 2019, 09:06 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2019, 09:06 WIB
Google Japan
Logo Google di kantornya yang berlokasi di Roppongi Hills Mori Tower, Tokyo, Jepang. (Liputan6.com/ Yuslianson)

Liputan6.com, Jakarta PT Google Indonesia akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk layanan Google Ads pada 1 Oktober 2019.

Demikian informasi resmi tersebut dikutip Liputan6.com Minggu (1/9/2019) dalam laman resmi Google Indonesia terkait peraturan baru pajak setempat.

Dalam rangka untuk mematuhi peraturan pajak setempat, semua penjualan Iklan Google di Indonesia akan dikenakan PPN 10 persen. Perubahan ini memengaruhi akun Iklan Google dengan alamat penagihan di Indonesia.

"Untuk pelanggan dengan status pemungut PPN, Anda diharuskan memberikan bukti surat setoran pajak asli dan ditandatangani kepada Google,” papar pengumuman Google Indonesia.

Adapun perubahan ini memengaruhi akun Iklan Google dengan alamat penagihan di Indonesia. Jika Anda ingin memotong pajak pemotongan 2 persen pada pembayaran Anda, Anda harus mengirim Google slip pajak pemotongan fisik asli (Bukti Potong) untuk menghindari saldo terutang di akun Anda.

Untuk pelanggan dengan status pengoleksi PPN, Anda diharuskan memberi Google Bukti Pembayaran PPN (Surat Setoran Pajak/SSP) dengan mengirimkan dokumen fisik yang asli dan ditandatangani. Anda dapat mempelajari lebih lanjut Tentang status pengoleksi PPN di laman resmi Google Indonesia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Sri Mulyani Siapkan Strategi Khusus Genjot Pajak 2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memantau langsung Program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) di Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (16/1/2018). (Reza Efendi/Liputan6.com)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memantau langsung Program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) di Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (16/1/2018). (Reza Efendi/Liputan6.com)

Pemerintah Jokowi-JK menargetkan penerimaan perpajakan pada 2020 sebesar Rp 1.861,8 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Bersamaan dengan angka tersebut, rasio perpajakan atau tax ratio ditargetkan sebesar 11,5 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya telah menyiapkan strategi khusus untuk mencapai target tersebut. Salah satunya, Kemenkeu akan semakin meminimalisir angka selisih antara jumlah potensi pajak yang dapat dipungut dengan jumlah realisasi penerimaan pajak atau tax gap yang dilakukan baik melalui administrasi maupun regulasi.

"Upaya pencapaian tax ratio sebesar 11,5 persen dalam RAPBN tahun 2020 dilakukan melalui penurunan tax gap, baik dari sisi administrasi maupun regulasi," ujar Sri Mulyani di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Dari sisi administrasi, dalam hal ini untuk peningkatan kepatuhan pajak, pemerintah tetap akan memperhitungkan kondisi perekonomian global. Dengan demikian, diharapkan daya saing ekonomi maupun investasi nasional bisa tetap terjaga sehingga nantinya akan meningkatkan kepatuhan pajak sukarela.

"Untuk mendukung tercapainya tax ratio yang optimal, dibutuhkan basis kepatuhan pajak yang sifatnya voluntary compliance, sehingga dapat menghasilkan penerimaan pajak yang berkelanjutan," jelas Sri Mulyani.

Layanan Diperbaiki

Sri Mulyani
Sri Mulyani saat dapat kejutan di ulang tahun yang ke-57. (dok. Instagram @smindrawati/https://www.instagram.com/p/B1oKsOGpuZ1/Putu Elmira)

Selain mendorong tingkat kepatuhan pajak sukarela, pemerintah juga akan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak melalui rangkaian aktivitas pengawasan yang terus disempurnakan dan penegakan hukum yang berkeadilan.

"Pelaksanaan enforced compliance tersebut dilakukan dengan berlandaskan data yang valid dan penggunaan teknologi informasi serta tata kelola yang memadai," tandasnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya