Liputan6.com, Jakarta - Harga emas pekan ini diprediksi tetap meneruskan trend bullish meski sempat turun pekan lalu. Jumat kemarin, emas ditutup turun 0,66 persen ke level USD 1.515 per ounce.
Namun, kabar negosiasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta meredanya protes Hong Kong mengancam harga emas. Kedua kabar itu bisa mendorong gerakan risk on di pasar yang menyebabkan investor menjadi lebih berani berinvestasi ke komoditas yang berisiko ketimbang emas.
Advertisement
Baca Juga
"Pada awal pekan lalu, ada hingar bingar yang cukup positif seputar perang dagang AS dan China yang terjadi dengan kedua pihak setuju bertemu bulan ini. Meski semua 'hingar bingar' perang dagang harus diperlukan dengan waspada, kehadiran gerakan positif akan memberi pasar dorongan risk on yang tajam dan mendorong harga emas jatuh ke bawah USD 1.500 per ounce," ujar analis Daily FX seperti dikutip Senin (9/8/2019).
Sisi positif yang mendorong harga emas adalah potensi turunnya suku bunga AS dan pertumbuhan kerja pada bulan Agustus yang lebih lemah dari ekspektasi. Pemerintahan Donald Trump menambah 130 ribu pekerjaan bulan lalu, tetapi ekspektasinya adalah 150 ribu.
"Emas bisa mendapat keuntungan dari laporan tersebut, tetapi tidak banyak. Angka ketenagakerjaan mengalami pelemahan tetapi itu tak membuat Fed (Federal Reserve/Bank Sentral AS) terlalu cemas," ujar kepala strategi global TD Securities, Bart Melek, kepada Kitco.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
The Fed Diprediksi Pangkas Suku Bunga
Jumat kemarin ucapan Gubernur Fed Jerome Powell membuat harga emas sempat jatuh satu persen karena berkata ekonomi dalam keadaan sehat.
Namun, keputusan Federal Reserve pada 18 September diprediksi memberi dukungan pada emas, sebab suku bunga diprediksi kembali dipangkas 0,25 persen.
Melek pun optimistis pekan depan emas akan naik, meski tidak besar.Senada, analisa Daily FX menyebut harga emas masih akan di sekitar level saat ini dengan kecenderungan naik sedikit.
Â
Advertisement