Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merestui tambahan kuota ekspor tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). Tambahan kuota ekspor diberikan sebanyak 500 ribu ton sehingga total kuota ekspor yang dimiliki oleh Freeport sebanyak 700 ribu ton di tahun ini.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak mengatakan izin tersebut telah sesuai dengan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Freeport.
"Sudah selesai. Sudah keluar izinnya (ekspor). Awal Maret kan 1,98 ribu ton atau 200 (ribu ton) lah. Itu kan Maret, direvisi jadi sesuai RKAB jadi total 700 ribu ton," kata Yunus saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/9).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan revisi kuota ekspor tersebut telah sudah disetujui pada bulan ini. Dengan demikian, ketentuan ini akan berlaku selama setahun sejak Maret 2019 sampai dengan Maret tahun depan.
Dia mengungkapkan meski ada tambahan kuota ekspor, namun produksi dari Freeport tidak mengalami perubahan. Produksi diperkirakan tetap berada pada kisaran 1,2 juta ton. Hal ini karena Freeport masih harus melakukan optimalisasi lapangan tambang yang ada saat ini.
"Karena kemarin waktu RKAB pertama (produksi) turun, karena permukaannya tidak bisa berproduksi, yang di Grasberg. Sekarang setelah kajian lagi masih bisa dioptimalisasi dengan memanfaatkan apa yang sudah ada untuk tetap produksi," ujarnya.
Tahun ini, Freeport melakukan transisi kegiatan pertambangan dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah. Transisi ini diperkirakan akan membuat produksi perusahaan turun. Produksi bijih atau ore tembaga PTFI pada 2019 akan merosot hingga sekitar 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun lalu rata-rata produksi ore harian PTFI mencapai 182 ribu ton bijih, Di 2019 diperkirakan 90 ribu-100 ribu ton.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Smelter Freeport di Gresik Bakal Berkapasitas 4 Juta Ton per Tahun
Pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia berkapasitas hingga empat juta ton konsentrat tembaga per tahun di Gresik, Jawa Timur.
Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan hal tersebut saat mengunjungi Tambang Grasberg bawah tanah, Mimika, Papua seperti dikutip dari laman Antara, Minggu (28/7/2019).
"Jadi smelter itu sekarang sudah ada (pembangunan) di Gresik untuk satu juta ton. Dan kita akan tambah lagi di Gresik sampai empat juta ton, " ujar Rini.
51 persen saham PT Freeport Indonesia kini dimiliki BUMN dan pemerintah daerah Papua sedang membangun smelter di Gresik yang ditargetkan dapat beroperasi pada 2022. Hingga Februari 2019, perkembangan pembangunan smelter Freeport baru mencapai 3,86 persen. Investasi yang dibutuhkan membangun smelter itu sebesar USD 2,8 miliar.
Rini mengharapkan PT Freeport Indonesia bakal membangun smelter di Papua. “Tentunya kami juga berharap, kami ingin bangun juga smelter di Papua,” ujar dia.
Pembangunan smelter ini amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Supaya tidak ekspor bahan mentah, perusahaan tambang diwajibkan memurnikan untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan.
Lewat tim pengawasan independen (independent verifivator), pemerintah akan evaluasi perkembangan pembangunan dalam waktu enam bulan sekali. Jika tidak mencapai target yang telah ditentukan setiap enam bulan, izin ekspor perusahaan akan dicabut.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas menuturkan, lahan untuk membangun smelter sudah siap. Saat ini dilakukan finalisasi front and engineering design (FEED). Hingga awal tahun, proses pembangunan baru mencapai 3,86 persen karena belum memasuki tahap konstruksi. Akan tetapi, persentase itu masih sesuai rencana.
Tony menuturkan, pada tahap kurva rencana seperti sekarang ini, proses pembangunan smelter memang belum terlihat signifikan. Akan tetapi, sudah masuk tahap konstruksi, kemajuannya akan lebih cepat.
Advertisement
Freeport Indonesia Harus Bangun Smelter dalam 5 Tahun
Sebelumnya, Pemerintah menargetkan PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smeter) dalam lima tahun ke depan. Setelah diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan, dalam dokumen IUPK telah disepakati, Freeport Indonesia akan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun setelah IUPK terbit.
"Sejak 5 tahun IUPK diperpanjang," kata Jonan, di Bali, Kamis, 27 Desember 2018.
Jonan menuturkan, jika pembangunan smelter tidak dilakukan dalam 5 tahun ke depan, akan ada sanksi yang siap dijatuhkan untuk perusahaan patungan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum dan Freeport McMorant tersebut yaitu larangan ekspor.
"Ya dibaca sendiri, pasti ada, enggak boleh ekspor," tutur dia.
Menurut Jonan, masa operasi Freeport Indonesia sudah diperpanjang seiring dengan terbitnya IUPK. Dengan masa perpanjangan 2X10 tahun. "Kemarin langsung itu (perpanjangan bersamaan IUPK,. Dia bisa mengajukan sekarang," ujar dia.