Liputan6.com, Jakarta - Awal bulan ini, Presiden Joko Widodo sempat marah ke kabinetnya karena banyak perusahaan asal China yang memilih pindah ke Vietnam ketimbang Indonesia. Jokowi menduga ada kesulitan aturan investasi.
Namun, Chairman dari China National Committee for Pacific Economic Cooperation, Su Ge, memberikan penjelasan lain. Ia berkata lokasi Vietnam yang dekat China memberikan negara itu keuntungan.
"Perbedaan mendasarnya adalah Vietnam terlalu dekat ... Lokasinya karena dekat dari Guanxi, jadi mereka mereka (perusahaan) dapat berpindah," ujar Su Ge kepada Liputan6.com usai dialog internasional CSIS di Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Mantan Duta Besar di Suriname dan Islandia itu menyebut Indonesia tetap memiliki keunggulan berupa lokasi strategis, yakni ada antara Asia, Samudera Hindia, dan Australia. Ia pun bercerita ekonom China menilai Indonesia semakin menarik sebagai lokasi investasi karena perusahaan di Vietnam sudah banyak.
"Ada seorang ekonom pada sebuah konferensi, ia bilang sudah banyak perusahaan di Vietnam ... Dan ekonom itu memandang Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi terbaik," ungkap Su ge.
Menurut Su Ge, keunggulan lain dari Indonesia adalah masyarakat yang bersahabat, pekerja keras, dan konektivitas yang semakin baik. Pria itu pun baru mengunjungi Bogor dan terkesima dengan jalan di sana.
Ia pun berharap konektivitas Indonesia semakin meningkat dengan menggenjot jalur kereta api. Industri pariwisata Indonesia juga dianggap menjanjikan karena ternyata banyak orang China datang ke Bali.
"Ketika mereka pulang, mereka bisa bercerita soal keindaham alam, orang-orang yang bersahabat, dan yang paling penting hubungan kedua negara kita sangatlah baik," ucap Su Ge.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Rini: BUMN Selalu Hati-Hati Terima Investasi dari China
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno buka suara terkait imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mewanti-wanti perusahaan BUMN untuk berhati-hati menerima investasi dari China. Berkaca pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang juga bekerjasama dengan China, ia mengatakan, seluruh investasinya bersifat transparan.
"Semua kita transparan, mulai proses pembebasan lahan kita lalui proses secara hukum. Jadi kita juga bekerjasama dengan kementerian ATR/BPN dam Pemda untuk pembebasan lahan," ujar dia di Kabupaten Bandung Selatan, Selasa (14/5/2019).
Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sempat mengalami kenaikan investasi dari semula USD 5,99 miliar menjadi USD 6,07 miliar. Kenaikan itu disebabkan beberapa hal, yakni biaya asuransi proyek pembangunan dan biaya pelindung pinjaman terhadap volatilitas yang tak terduga atau Debt Service Reserve Account (DSRA).
Adapun porsi pendanaan proyek senilai USD 6,07 miliar ini terdiri 75 persen berasal dari China Bank Development (CBD), sedangkan 25 persen sisanya berasal dari pemegang saham KCIC.
Lebih lanjut, Menteri Rini menyatakan, ia selalu menekankan agar KCIC beserta pemegang saham terkait untuk selalu transparan dalam pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Jadi itu kita transparan. Jadi apapun ya silakan saja untuk dilihat. Jadi ini karena kita juga Joint Venture, partner kita juga sangat menekankan transparansi, ya kita sama sama," pungkasnya.  Â
Advertisement