Tarif Cukai Naik, Penjualan Rokok Bakal Turun 30 Persen

Sejumlah pengusaha mengaku dirugikan akibat kebijakan cukai rokok yang baru

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Okt 2019, 20:15 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2019, 20:15 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah secara resmi akan menaikan cukai rokok sebesar 23 persen pada 2020 mendatang. Kenaikan ini turut mendorong harga jual eceran rokok sebesar 35 persen.

Gabungan Persatuan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai, peninggian cukai tahun depan berpotensi mengurangi penjualan produk rokok sampai bahan baku seperti tembakau dan cengkeh hingga 15-30 persen.

Ketua GAPPRI Henry Najoan mengatakan, kenaikan cukai rokok akan sangat memberatkan para pelaku usaha di bidang tersebut.

"Kalau saya lihat masalah brand dan kenaikan cukai tujuannya untuk pembatasan konsumsi, menurut kami sungguh sangat memberatkan," ujar dia di Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Imbasnya, kenaikan cukai rokok bakal mengakibatkan penjualan produk hisap ini beserta bahan bakunya pada tahun depan menjadi berkurang tajam.

Menurut perhitungannya, penjualan bahan baku rokok yakni tembakau akan menurun sampai 15 persen. Sementara penjualan cengkeh yang kerap dijadikan bahan dasar rokok juga akan terpangkas 30 persen.

"Penurunan penjualan di tahun 2020 cukup besar, sekitar 15 persen untuk tembakau, kemudian untuk cengkeh bisa sampai 30 persen. Kemudian penjualan (produk rokok) pun bisa diperkirakan turun," tutur Henry.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Indef: Kenaikan Cukai Rokok di 2020 Terlalu Tinggi

Bungkus Rokok atau Kemasan Rokok
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran naik 35 persen. Hal tersebut pun menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, rencana kenaikan cukai ini terlalu tinggi. Dia menilai, kenaikan cukai tersebut hanya akan memberi dampak negatif terhadap petani.

"Ya, terlalu tinggi dan pemerintah enggak punya roadmap yang jelas. Kan harusnya kalau mau dinaikkan konsisten bertahap mengikuti inflasi," ujar Bhima di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (19/9).

"Pemerintah harus orientasi kembalilah tujuan dari pengenaan cukai rokok. Karena dampak ke petani dan konsumen justru nanti negatif," sambungnya.

Bhima juga menyebut kebijakan pemerintah sebagai kebijakan 'kagetan'. Sebab, rencananya kenaikan cukai biasanya dilakukan bertahap dari tahun ke tahun bukan mendadak langsung naik drastis.

"Kan harusnya, kalau mau dinaikkan konsisten bertahap mengikuti inflasi. Kalau enggak salah 2019 enggak ada kenaikan. Susah juga akhirnya naik tiba tiba. Jadi kagetan. Kebijakan pemerintah terkait rokok adalah kebijakan yang kagetan," paparnya.

 


Akal-akalan Pemerintah

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dia menduga rencana kenaikan cukai rokok ini hanya akal-akalan pemerintah untuk menarik lebih banyak penerimaan dari masyarakat. Karena pemerintah tidak percaya diri dengan sumber penerimaan konvensional seperti PNBP dan komoditas.

"Jadi apa yang dilakukan pemerintah semata-mata 2020 nanti adalah revenue oriented. Untuk menarik pemasukan negara karena dikhawatirkan ketika terjadi krisis ekonomi, pendapatan dari sektor konvensional itu belum terlalu bisa diharapkan seperti PNBP, harga komoditas rendah, migas juga rendah," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya