Pelarangan Ekspor Nikel Justru Beri Ketidakpastian Hukum

Pemerintah membuka keran ekspor bijih nikel pada 2017 lewat Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Nov 2019, 20:10 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2019, 20:10 WIB
Nikel
Ilustrasi Nikel

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Ombudsman Laode Ida mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor nikel memberikan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha. Sebab sebelumnya, pelarangan ekspor nikel baru akan dilakukan pada 2022.

Sebelumnya, Pemerintah membuka keran ekspor bijih nikel pada 2017 lewat Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017. Dalam aturan tersebut pengusaha tambang yang telah memenuhi pemanfaatan nikel dalam negeri lewat pembangunan smelter, dapat melakukan penjualan nikel dengan kadar rendah dalam jumlah tertentu, paling lama lima tahun sejak berlakunya permen tersebut. Artinya, pelarangan ekspor nikel akan dilakukan pada 2022.

"Saya juga bingung, tadi presentasi dari Kementerian ESDM itu sebetulnya berdasarkan perencanaan yang sangat baik sehingga kenapa pengakhiran pemberian kesempatan ekspor nikel itu sampai tahun 2021 akhir atau awal 2022," ujar dia, saat ditemui, di Jakarta, Jumat (15/11/2019).

Namun, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 pelarangan ekspor berlaku 1 Januari 2020. Terakhir, ketentuan waktu ekspor konsentrat yang diatur dalam seluruh peraturan di atas, dianulir dan berubah menjadi 29 Oktober 2019 lalu."Kenapa langsung. Kita bingung. Makanya tidak ada kepastian. Jadi banyak yang menjadikan orang bertanya-tanya," ungkapnya.

Pelarangan tersebut, kata dia, melanggar prinsip-prinsip pelayanan publik. Juga merugikan masyarakat. "Dalam undang-undang administrasi kepemerintahan tidak boleh juga satu kebijakan yang berdampak merugikan masyarakat," jelas dia.

Selain itu, Permen 11/2019 ini juga melanggar sejumlah peraturan dan perundang-undangan. Meskipun demikian, dia tidak menjabarkan secara rinci Undang-Undang mana saja yang dilanggar.

"Proses pembuatan kebijakannya pun sudah bertentangan dengan beberapa Undang-Undang atau peraturan yang ada. Termasuk Inpres yang dikeluarkan oleh Pak Jokowi sendiri itu harus melibatkan masyarakat sebelum mengambil kebijakan dan harus mempertimbangkan dampaknya," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengusaha Muda Dukung Larangan Ekspor Bijih Nikel Dipercepat

Harga Nikel Naik 28 Persen, Ini Strategi Antam Agar Kompetitif
Nikel lagi-lagi mencatatkan trend kenaikan harga yang positif selama tahun 2017.

Sebelumnya, Kepala BPKM Bahlil Lahadalia melakukan gebrakan mengejutkan soal pelarangan ekspor ore (nikel). Pelarangan ini sejatinya baru dimulai per 1 Januari 2020, tetapi Bahlil memajukannya sore ini dan akan efektif besok.

"Hari ini, secara formal kesepakatan bahwa yang seharusnya ekspor ore itu akan selesai di 1 Januari 2020, mulai hari ini sudah kita sepakati untuk tidak lagi melakukan ekspor ore," ujar Bahlil, Senin (28/10/2019) di Kantor BKPM, Jakarta.

Bahlil berkata kesepakatan ini dilakukan oleh anak bangsa demi kedaulatan serta agar ore bisa diolah sendiri di dalam negeri agar nilainya naik. Pihak asosiasi dan pengusaha nikel pun diundang ke pengumuman itu. 

Salah satunya adalah Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani Maming. Mardani yang sebelumnya resisten terhadap larangan ekspor nikel kini berubah jadi mendukung.

Alasannya, pemerintah dinilai bijak mengambil jalan tengah melalui kebijakan pembelian persediaan nikel yang siap diekspor oleh pengusaha smelter lokal. Harganya pun masih standar internasional sehingga tak ada yang rugi.

"Kita setuju kalau tidak ekspor asal barang yang kita tidak ekspor dibeli smelter Indonesia," ujar Mardani. "Ngapain kita ngirim ke China orang untungnya juga sama saja kalau kita mengirim ke smelter yang ada di Indonesia, sehingga menjadi jalan tengah," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya