Liputan6.com, Jakarta - Kepala BPKM Bahlil Lahadalia melakukan gebrakan mengejutkan soal pelarangan ekspor ore (nikel). Pelarangan ini sejatinya baru dimulai per 1 Januari 2020, tetapi Bahlil memajukannya sore ini dan akan efektif besok.
"Hari ini, secara formal kesepakatan bahwa yang seharusnya ekspor ore itu akan selesai di 1 Januari 2020, mulai hari ini sudah kita sepakati untuk tidak lagi melakukan ekspor ore," ujar Bahlil, Senin (28/10/2019) di Kantor BKPM, Jakarta.
Bahlil berkata kesepakatan ini dilakukan oleh anak bangsa demi kedaulatan serta agar ore bisa diolah sendiri di dalam negeri agar nilainya naik. Pihak asosiasi dan pengusaha nikel pun diundang ke pengumuman itu.
Advertisement
Baca Juga
Salah satunya adalah Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani Maming. Mardani yang sebelumnya resisten terhadap larangan ekspor nikel kini berubah jadi mendukung.
Alasannya, pemerintah dinilai bijak mengambil jalan tengah melalui kebijakan pembelian persediaan nikel yang siap diekspor oleh pengusaha smelter lokal. Harganya pun masih standar internasional sehingga tak ada yang rugi.
"Kita setuju kalau tidak ekspor asal barang yang kita tidak ekspor dibeli smelter Indonesia," ujar Mardani. "Ngapain kita ngirim ke China orang untungnya juga sama saja kalau kita mengirim ke smelter yang ada di Indonesia, sehingga menjadi jalan tengah," tegasnya.
Â
Semua Bakal Terserap
Bahlil belum mengidentifikasi berapa jumlah persediaan nikel ekspor yang ada hingga Desember. Identifikasi akan dilakukan dalam satu-dua hari ke depan. Namun, ia memastikan bahwa semua nikel akan terserap smelter dalam negeri.
Mantan Direktur Senior PT Smelting Prihadi Santoso menyebut sudah ada 14 smelter berdasarkan informasi asosiasi nikel. "Jadi dari data yang kami himpun ada kurang lebih 14 pengolahan dan pemurnian nikel itu sudah beroperasi," ujar Prihadi.
Advertisement