Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mencatat utang pemerintah hingga akhir Desember 2019 menyentuh Rp 4.778 triliun. Angka ini menurun dibandingkan November yang tercatat sebesar Rp 4.814 triliun.
"Utang Rp 4.778 triliun. Turun dari November karena ada pelunasan," katanya dalam konferensi pers APBN Kita di Kantornya, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Dengan total utang pemerintah yang mencapai Rp 4.778 triliun maka rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 29,8 persen. Angka itu masih jauh dari batas yang ditentukan oleh Undang-Undang Keuangan Negara yang memperbolehkan rasio utang hingga menyentuh 60 persen dari PDB.
Advertisement
Baca Juga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun memastikan kondisi utang pemerintah masih dalam batas aman. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan negara-negara lain seperti Malaysia, Filipina, Singapura hingga Jepang tercatat rasio utang terhadap PDB-nya sudah tembus di atas 50 persen
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio utang pemerintah Malaysia sebesar 55,6 persen terhadap PDB, Filipina sebesar 38,9 persen terhadap PDB, Singapura sebesar 113,6 persen terhadap PDB.
"Rasio utang Indonesia terjaga di 30 persen. Kalau dibandingkan dengan negara lain kita masih cukup hati-hati," jelasnya.
Reporter:Â Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Luar Negeri Indonesia Tumbuh 11,9 Persen
Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Oktober 2019 tetap terkendali. Posisi ULN Indonesia pada akhir Oktober 2019 tercatat sebesar USD 400,6 miliar, terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan bank sentral) sebesar USD 202,0 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 198,6 miliar.
Dikutip dari keterangan resmi BI, Senin (16/12/2019), ULN Indonesia tersebut tumbuh 11,9 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,4 persen (yoy).
Kenaikan tersebut terutama dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN dan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam Rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS. Pertumbuhan utang luar negeri yang meningkat dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan ULN Pemerintah di tengah perlambatan ULN swasta.
Menurut BI, pertumbuhan ULN Pemerintah meningkat sejalan dengan keyakinan investor asing terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi keuangan domestik yang menarik. Posisi ULN Pemerintah pada akhir Oktober 2019 tercatat sebesar USD 199,2 miliar atau tumbuh 13,6 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya.
Pertumbuhan ULN terutama dipengaruhi oleh peningkatan arus masuk neto asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan penerbitan global bonds pada Oktober 2019.
Pengelolaan utang luar negeri Pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (19 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,5 persen), sektor jasa pendidikan (16,1 persen), sektor administrasi Pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,3 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (13,4 persen).
Advertisement
Utang Swasta
ULN swasta tumbuh melambat dari bulan sebelumnya. Posisi ULN swasta pada akhir Oktober 2019 tumbuh 10,5Â persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,7 persen (yoy).
Perkembangan ini disebabkan oleh pertumbuhan ULN Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (PBLK) yang melambat.
Secara sektoral, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas & udara (LGA), sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan penggalian.
Pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,6 persen.