Cerita Wamenkeu Yakinkan Pemda dan Kementerian Kembangkan KPBU

Pola pikir di kementerian dan lembaga semua proyek infrastruktur harus mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mar 2020, 20:50 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2020, 20:50 WIB
Seminar Reformasi Pajak
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara saat Seminar Reformasi Pajak di Jakarta, Senin (30/10). Seminar ini mengupas isu-isu yang mewarnai kelanjutan proses reformasi di bidang perpajakan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengakui bahwa pemerintah sempat kesulitan dalam menerapkan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam pembiayaan proyek infrastruktur. Kondisi ini berbeda jika berkaca pada hari ini yang sudah mulai banyak tertarik dalam skema pembiayaan tersebut.

"Saya teringat KPBU lima tahun yang lalu meyakinkan kita semua melakukan KPBU itu cukup sulit," kata dia di Kantornya, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Suahasil mengatakan, sulitnya penerapan skema KPBU tersebut lantaran pemerintah tidak berhasil meyakinkan pemerintah daerah. Tak hanya itu, kadang juga sesama kementerian lembaga pun sulit untuk meyakinkannya.

Pola pikir di kementerian lembaga pada saat itu semua proyek infrastruktur harus mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Padahal, pemikiran seperti itu tidak tepat mengingat APBN tidak sepenuhnya bisa membiayai kebutuhan proyek infrastruktur.

"Karena kalau kementerian atau lembaga bertahun-tahun diajarkan kalau perlu proyek maka dianggarkan dalam APBN, artinya minta rupiah murni. Lebih gampang minta ke Menkeu dibandingkan bangun KPBU karena kalau KPBU harus ada privat sektor ngomong, PJPK yang ikut tanggung jawab, harus ada hitung-hitungan bisnis yang masuk untuk semua dan diterima oleh semua pihak," jelas dia.

Untuk itu, pihaknya pun saat ini terus mendorong penerapan skema pembiayaan KPBU secara meluas. Sebab kebutuhan infrastruktur masih cukup tinggi dan harus dibangun. "Persiapannya harus dilakukan namun dari sisi anggaran karena perekonomian lemah jadi terbatas," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bandara Komodo Bisa Jadi Percontohan Proyek KPBU Untuk Bandar Udara Lain

Bandara Komodo Labuan Bajo
Bandara Komodo Labuan Bajo. (Liputan6.com/Ola Keda)

PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PII hari ini melaksanakan penandatanganan perjanjian penjaminan dan regres untuk proyek Kerjasana Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Utama PT PII M Wahid Sutopo mengatakan bahwa penjaminan yang diberikan pihaknya pada proyek ini merupakan salah satu fasilitas dari Kementerian Keuangan untuk meningkatkan kelayakan dan kenyamanan investasi bagi investor dan perbankan yang berpartisipasi di dalamnya.

Bandara Komodo sendiri merupakan lapangan udara pertama di Indonesia yang menerapkan skema KPBU. Wahid pun berharap, Bandara Komodo dapat menjadi percontohan untuk proyek bandar udara lain yang akan dikembangkan nanti. 

"Dengan skema KPBU dan penjaminan oleh PT PII, diharapkan proyek ini dapat dikembangkan dan terjaga dengan baik sehingga dapat bermanfaat meningkatkan aksesibilitas wisatawan dalam negeri dan luar negeri menuju Labuan Bajo sebagai kawasan destinasi wisata unggulan yang semakin diminati," tutur Sutopo di Jakarta, Jumat (7/2/2020).

Pada November 2019, PT PII telah menerbitkan pernyataan kesediaan penjaminan atau In Principle Approval (IPA) untuk pengembangan Bandara Komodo.

Selanjutnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan secara resmi konsorsium pemenang lelang, yakni PT Cinta Airport Flores (CAF) dengan anggota Changi Airports Pte Ltd, Changi Airport MENA Pte Ltd, dan PT Cardig Aero Service (CAS).

"Dengan ditandatanganinya proyek ini, maka PT PII telah memberikan penjaminan pada 23 proyek KPBU maupun non-KPBU," tutup Wahid.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya