Tantangan dan Peluang Ekonomi di Tengah Pandemi Corona

Perkembangan ekonomi di tengah wabah Corona terus turun, tapi diprediksi tetap positif.

oleh Tira Santia diperbarui 06 Apr 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2020, 11:00 WIB
Geliat Ekonomi Zhejiang di Tengah Hantaman Virus Corona
Karyawan membuat baju di Hangzhou Jiefeng Garments Co. Ltd. di Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China, Rabu (12/2/2020). Di bawah arahan dan dukungan otoritas setempat, banyak perusahaan di Zhejiang kembali beroperasi setelah melakukan pencegahan dan pengendalian wabah virus corona. (Xinhua/Xu Yu)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Indonesia Marketing Association (IMA) 2020 pada Minggu (4/4) yang digelar secara online, diperoleh hasil bahwa  pemerintah dan para pelaku usaha harus bisa melihat peluang dan berpikir jangka panjang di saat pandemi Covid-19 ini.

Ketua Indonesia Marketing Association (IMA) Suparno Djasmin, melihat perkembangan ekonomi yang terus turun, tapi diprediksi tetap positif. Setidaknya ada tiga negara Asia yang akan tetap positif. Selain Indonesia, ada China dan India.

“Kita diprediksi turun dari kisaran 5 persen ke 2 persen," ujar Suparno dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Senin (6/4/2020).

Suparno menyorot krisis yang tidak bisa dibandingkan dengan tahun 1998 maupun 2008. Kedua krisis tersebut terjadi secara ekonomi, dan tidak membatasi pergerakan masyarakat untuk tetap beraktivitas. Sehingga perdagangan masih bisa berjalan. Namun, saat ini mayoritas aktivitas ekonomi berhenti total.

Kendati begitu, dalam keadaan saat ini juga memunculkan peluang dan harapan, yakni seperti yang dikatakan oleh Honorary Founder of IMA Hermawan Kartajaya, tidak semua sektor bisnis pun anjlok.

Ada sektor-sektor relevan yang justru bisnisnya membaik. Sebut saja sektor medis dan kesehatan, perdagangan online atau e-commerce, sampai fast moving consumer goods (FMGC) seperti obat-obatan, barang elektronik, produk makanan dan minuman kemasan.

Apalagi produk FMCG yang sangat kuat di offline kini harus beralih distribusinya secara online. Beberapa produk mulai beradaptasi dengan penjualan via e-commerce, yang ternyata lonjakannya signifikan.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Nilai Tukar Mata Uang

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Menguat
Teller menghitung mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Salah satu tantangan yang masih harus dihadapi adalah nilai tukar mata uang, yang diharapkan terjaga karena imbasnya bisa kepada harga jual.

Pasalnya, bahan baku sektor FMCG masih banyak yang impor. Kegiatan promosi offline sudah pasti harus setop. Namun, dengan jumlah penonton televisi meningkat tajam, spending dialihkan dan ditingkatkan ke arah sana.

Kesempatan pun seharusnya terbuka lebar untuk sektor lain seperti tekstil. Sektor ini terdampak karena bahan baku masih ada yang impor dari China.

"Kami ingin menunjukan kepada pemerintah bahwa krisis COVID-19 harus dijadikan momentum dalam menjalankan bisnis lebih baik. Lewat dua kerangka pemikiran, yaitu surviving dan sustaining. Kami ingin ajak pelaku bisnis untuk berpikir jangka panjang agar usaha tetap tumbuh setelah COVID-19 selesai," tutup Suparno.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya